Oleh Antoni Marpaung

Beritatoba.com – Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Toba Samosir (sekarang Kabupaten Toba) Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Samosir yang disahkan pada masa Bupati Ir Darwin Siagian dinilai sebuah Perda yang ketinggalan zaman dan harus dicabut.

Perkembangan masyarakat Kabupaten Toba, dan pada umumnya masyarakat Batak yang masih mendiami kampungnya masing-masing di sekitaran Danau Toba sekaramg ini, sudah sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan perkembangan kehidupan masyarakat Banten, Jambi dan Kalimantan.

Perbedaan itu tampak terlihat jelas dalam kehidupan masyarakat Banten yang dikenal hingga saat ini masih memiliki suku Baduih yang tinggal dan hidup di pedalaman hutan. Demikian pula dengan suku Anak Dalam Jambi dan suku Dayak Kalimantan. Ketiga suku ini mendiami hutan belantara dan hidup dari hasil hutan seperti biji-bijian, buah-nuahan dan berburu.

Masyarakat Batak, khususnya masyarakat Kabupaten Toba, walau berdomisili di pedesaan terjauh atau desa terpencil, sudah tahu bagaimana cara bercocok tanam dengan menanam padi dan tanaman perkebunan lainnya serta berternak. Selain itu masyarakat Toba di pedesaan juga telah mengenal teknologi dan selalu mengkuti perkembangan zaman, dan sangat peduli akan pendidikan serta ilmu pengetahuan.

Kalaupun ada masyarakat yang tinggal di tengah kawasan hutan (enclave) itu bukanlah seperti cara hidup masyarakat Dayak, Baduih dan Anak Dalam. Tetapi keberadaan mereka ditengah hutan untuk membuka lahan baru untuk pertanian dan perkebunan yang telah berlangsung sejak beberapa puluh tahun silam.

Ditambah pula sejak masyarakat Batak mengenal Agama Kristen yang disebarkan oleh Nommensen dan sejak kemerdekaan RI, masyarakat hukum adat perlahan mulai terkikis. Namun budaya dan adat istiadat Batak Toba tetap terpelihara dengan baik sampai sekarang dizaman millenium ini. Salah satu contoh hukum adat yang sudah hilang ditelan waktu adalah hukum adat di Desa Siallagan, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

Masyarakat Toba dimanapun berada, bahkan di desa terpencil sekalipun sudah berpikiran maju dan modern. Masyarakat Toba saat ini bukan lagi masyarakat yang ketinggalan zaman seperti sebelum kedatangan Nommensen. Masyarakat sudah lama mengenal hukum taurat dan hukum negara atau peraturan perundang-undangan yang berlaku di republik ini sehingga masyarakat Toba sudah tidak mengenal lagi apa itu hukum adat.

Walau berpikir maju dan modern, namun masyarakat Toba hingga masih tetap melestarikan adat isitadatnya yang didasari dan diperkokoh dengan Dalihan Natolu. Seperti acara adat pesta perkawinan dan acara adat kematian serta prosesi adat lainnya masih terpelihara dengan baik hingga saat ini.

Perda Nomor 1 Tahun 2020 dinilai tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman dan kehidupan masyarakat Toba saat ini. Sehingga untuk itu Perda tersebut sangat layak harus dicabut. Masyarakat Toba tidak bakal melangkah mundur. Masyarakat Toba adalah masyarakat yang berpikiran maju.

Kemudian dalam Pasal 17  dalam Perda itu ada disebutkan tentang lembaga adat. Di Kabupaten Toba ada terdapat dua lembaga adat setingkat kabupaten yakni Lembaga Adat Dalihan Natolu (LADN) yang sekarang diketuai oleh Vespasianus Panjaitan dan Forum Komunikasi Antar Lembaga Adat (FORKALA) yang diketuai oleh M Simanjuntak. Ditambah lagi dengan keberadaan agama Batak atau Ugama Parmalim yang berpusat di Kecamatan Laguboti.

Sementara ditingkat kecamatan dan kelurahan/pedesaan tidak ada pengurus lembaga adat atau paguyuban ataupun komunitas. Yang ada hanya berupa pengakuan yang dituakan atau yang paling tua.

Namun dalam Surat Keputusan Bupati Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat Di Kabupaten Toba Tahun 2021 yang ditandatangani Ir Darwin Siagian pada 1 Februari 2021, sama sekali tidak mengikutsertakan kedua lembaga ini dan Parmalim dalam kepanitiaan, sehingga dikhawatirkan kinerja panitia tidak maksimal, bahkan dikhawatirkan amburadul.

Panitia yang dibentuk oleh Bupati Darwin Siagian ini bertugas melakukan identifikasi, verifikasi dan penetapan masyarakat hukum adat di Kabupaten Toba.

Berdasarkan pertimbangan diatas maka Perda Nomor 1 Tahun 2020 berikut SK Bupati Nomor 96 Tahun 2021 harus dicabut dan tidak berlaku lagi atau setidak-tidaknya direvisi.

Soal pelestarian budaya Batak itu sudah ada lembaga adat Batak yang menanganinya untuk melestarikan budayanya. Kemudian soal benda-benda peninggalan sejarah Batak juga sudah ada TB Silalahi Center yang mengumpul, menjaga dan memelihara benda-benda sejarah Batak sekawasan Tapanuli. Ditambah lagi dari pihak Parmalim yang selalu merayakan Tahun Baru Batak dengan berdasarkan kalender Batak, plus memelihara dan menjaga aksara Batak dan sebagainya.

Pengesaham Perda Nomor 1 Tahun 2020 ini berkesan seperti dipaksakan oleh organisasi tertentu non pemerintah. Sepertinya ada upaya penekanan demi untuk kepentingan sesuatu, mungkin utamanya untuk bagi-bagi tanah bersama masyarakat yang telah terprovokasi selama beberapa tahun terakhir ini.

Pemaksaan pembuatan Perda ini salah satu upaya yang mereka kejar, dengan cara menunggangi dan memprovokasi masyarakat, yakni mengejar dan menciptakan tanah ulayat masyarakat desa untuk mereka bagi-bagi. Biasanya organisasi non pemerintah ini selalu saja bersinggungan dengan lahan konsesi PT Toba Pulp Lestari,Tbk.

Sementara perusahaan penghasil bubur kertas ini berani mengelola tanah milik negara atau kawasan hutan karena ada dasar hukumnya dan memegang ijin dari pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pemaksaan kehendak akan menimbulkan keributan, dan keributan akan menciptakan perpecahan, dan perpecahan akan merusak stabilitas Kamtibmas serta merusak sendi-sendi kehidupan dan adat istiadat ditengah masyarakat yang sudah terpelihara dengan baik selama ini, jauh sebelum munculnya organisasi non pemerintah di tanah Batak.

Seharusnya organisasi non pemerintah atau yang dikenal dengan istilah LSM itu hadir ditengah masyarakat hanya untuk sebatas memberikan pencerahan bukan memprovokasi, apalagi pemaksaan kehendak.

Untuk itu disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Toba yang saat ini dipimpin oleh Bupati Poltak Sitorus dapat segera mencabut Perda dan SK Bupati terdahulu tersebut karena hanya menciptakan kemunduran masyarakat Batak, mundur dan kembali ke abad 19.

Satu hal yang paling menonjol dengan tidak dilibatkannya LADN Kabupaten Toba yang diketuai oleh Vespasianus Panjaitan dalam kepanitiaan sebagaimana tercantum dalam SK Bupati Nomor 96 Tahun 2021.

Perlu diketahui bahwa LADN Kabupaten Toba yang diketuai oleh Vespasianus Panjaitan secara resmi dilantik oleh Bupati Darwin Siagian semasa itu diruang balai data kantor Bupati Toba. Kemudian kenapa Bupati Darwin Siagian tidak melibatkan atau mengikutsertakan Vespasianus Panjaitan dalam kepanitiaan, atau setidak-tidaknya melibatkan FORKALA yang dilantik semasa Bupati Kasmin Simanjuntak…?

Seperti diketahui pada jabatan periode pertama seluruh masyarakat Kabupaten Toba, khususnya Kecamatan Balige, tahu betul kalau Vespasianus Panjaitan mendukung sepenuhnya untuk memenangkan Darwin Siagian.

Namun kemudian pada pertarungan politik tahun 2020 untuk ambisi dua periode, Vespasianus Panjaitan tak lagi mendukung Darwin. Akhir 2020, KPU Toba menyatakan bahwa Darwin Siagian kalah dalam pertarungan Pilkada Toba.

Selanjutnya disisa pemerintahannya, Darwin Siagian menerbitkab SK Bupati Nomor 96 Tahun 2021 tertanggal 1 Februari 2021 dengan tidak melibatkan LADN Toba, apalagi FORKALA. Mungkinkah karena Vespasianus Panjaitan tidak mendukungnya sehingga Darwin tidak memasukkan Vespa dalam daftar kepanitiaan…? Dan mungkinkah ada perjanjian politik untuk suksesi antara Darwin Siagian dengan dua organisasi non pemerintah yang masuk daftar kepanitiaan tersebut sehingga semudah itu menerbitkan Perda dan SK…? Hanya Darwin Siagian yang tahu.      

Sekali lagi dikatakan disini agar Perda Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Samosir berikut SK Bupati Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat Di Kabupaten Toba Tahun 2021, harus dicabut dan tidak berlaku lagi. Horas…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *