beritatoba.com – Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak selama ini sangat kental dikenal masyarakat Tapanuli, khususnya sekawasan Danau Toba, lantaran kegiatannya yang dinilai provokatif yang dapat  menyebabkan terjadinya pro kontra dan dikhawatirkan bisa mengarah kepada terganggunya stabilitas sebuah daerah.  

KSPPM dan AMAN Tano Batak dikenal sebagai dua lembaga swadaya masyarakat yang tampaknya akan terus menjadi musuh abadi PT Toba Pulp Lestari, Tbk yang pabriknya berada di Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba, Sumut.

KSPPM dan AMAN Tano Batak selalu saja membawa isu lingkungan, tanah adat dan masyarakat adat di beberapa kabupaten sekawasan Danau Toba seperti Tapanuli Utara, Toba, Humbang Hasundutan dan Kabupaten Simalungun dengan menyudutkan PT TPL, walau sebenarnya tanpa dasar dan bukti yang kuat yang bisa dibawa keranah hukum.

Kenyataannya memang hingga saat ini KSPPM dan AMAN tidak bisa membuktikan bahwa PT TPL adalah perusahaan yang merusak atau mencemari lingkungan hidup. Hal ini tidak ada diketahui dalam catatan adanya laporan yang disampaikannya kepada pihak aparat penegak hukum. Apalagi sampai ke tahap persidangan di pengadilan negeri atau persidangan di Kementerian LHK soal pencemaran lingkungan, tidak pernah terdengar. KSPPM dan AMAN hanya mampu memprovokasi masyarakat bawah dan kemudian mengajaknya melakukan aksi demontrasi dengan teriakan dan nyanyian, “Tutup TPL… Tutup TPL… Tutup TPL Sekarang Juga…”.

Demikian pula dengan isu masyarakat adat dan tanah adat selalu saja diteriakkan oleh KSPPM dan AMAN Tano Batak di depan kantor Bupati Toba melalui masyarakat pelosok desa yang mereka tunggangi, pengaruhi dan bahkan mungkin sampai kepada doktrinasi.

Indikator doktrinasi oleh KSPPM dan AMAN terhadap masyarakat desa dapat dilihat ketika media ini melakukan survey ke desa-desa dimana KSPPM dan AMAN berada. Seperti keberadaannya di Desa Natumingka Kabupaten Toba, Desa Pohan Jae Nagasaribu Tapanuli Utara, Desa Sihaporas Kabupaten Simalungun dan beberapa desa lainnya.         

Indikatornya dapat dilihat dan dibuktikan ketika adanya perpecahan ditengah masyarakat di beberapa desa-desa. Perpecahan itu tidak hanya sebatas dalam kehidupan sehari-hari sebagai tetangga, tapi dahsyatnya perpecahan itu terjadi sampai kepada perpecahan dalam kehidupan peradatan. Artinya sesama marga, misalnya sesama marga Simanjuntak di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, terpecah total.

Sebelum kehadiran KSPPM dan AMAN Tano Batak di desa Natumingka, kehidupan sehari-hari dan peradatan disana sangat baik dan kuat. Namun kini marga Simanjuntak, dan secara umum warga pendatang lainnya, sudah terpecah secara adat atau dengan kata lain masyarakat Desa Natumingka tidak lagi bersatu dalam sebuah acara adat, baik acara adat perkawinan maupun acara adat kematian. Ditengah masyarakat Desa Natumingka, sama persoalannya dengan di desa-desa lainnya di Tapanuli, sudah terjadi perpecahan oleh karena kehadiran dan provokasi KSPPM dan AMAN Tano Batak.

Bahkan ironisnya, di Desa Natumingka tidak hanya perpecahan dalam kehidupan bertoleransi dan kehidupan berbudaya saja, tetapi sudah merasuk kedalam ranah keagamaan. Oleh karena kehadiran KSPPM dan AMAN Tano Batak di desa ini terciptalah dualisme dalam bergereja atau beribadah. Pihak yang pro ke KSPPM dan AMAN Tano Batak telah berkongsi kumpul dana untuk mendirikan gedung Gereja HKI 2 atau gedung baru. Sementara kelompok lainnya yang tidak mendukung KSPPM dan AMAN Tano Batak, tetap beribadah di Gereja HKI 1 atau gedung gereja yang lama.   

Ironis memang melihat keadaan masyarakat pedesaan di Tapanuli saat ini, yang sudah terkotak-kotak atau terpecah-pecah, oleh karena gerakan dan perilaku KSPPM dan AMAN Tano Batak yang selama ini merasa benar dan selalu mengagungkan dirinya sebagai LSM pembela rakyat kecil, walau memang ada pula yang menyebutnya sebagai “2 LSM Hitam”. Belum diketahui apa makna atau arti dari kata 2 LSM Hitam ini.

Dibalik semua itu, muncul sebuah pertanyaan awam ditengah masyarakat pedesaan kepada “Dua LSM Hitam” ini. Jika memang benar mereka membela kepentingan masyarakat kecil, apakah kedua LSM ini berani melakukan investigasi atau berseberangan dengan perusahaan milik Cargill, konglo Amerika…?

AMAN Tano Batak dikenal sebagai turunan dari Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN) yang berkantor pusat di Jakarta. Ini bisa dibutkikan ketika media ini digugat oleh Sekjen PB AMAN, Rukka Sombolinggi, yang disampaikannya ke Dewan Pers terkait pemberitaan beritatoba.com. Namun gugatan besarnya ditolak mentah-mentah oleh Dewan Pers, dan hanya hak jawabnya saja yang bisa dipenuhi atau diputuskan Dewan Pers.

Berdasarkan penelusuran saat itu, ternyata PB AMAN ada menerima bantuan dari perusahaan Cargill yang jumlahnya milyaran rupiah selama beberapa tahun ini. Siapakah W. W. Cargill…? W. W. Cargill adalah pendiri perusahaan Cargill pada tahun 1865. Cargill, Incorporated adalah sebuah perusahaan global asal Amerika Serikat.

Sesuai perkembangan zaman, kemudian parusahaan Cargill mengembangkan sayapnya ke Indonesia dengan usaha sektor perkebunan. Ternyata bisnis perkebunan Cargill berbasis di Indonesia, yang memproduksi minyak sawit mentah, biji sawit dan minyak biji sawit.

Perusahaan Cargill di Indonesia melalui anak perusahaannya yakni PT Hindoli di Sumatera Selatan, PT Harapan Sawit Lestari dan PT Indo Sawit Kekal di Kalimantan Barat memiliki perkebunan sawit seluas total 80.000 hektar yang mempekerjakan hampir 18.000 orang. Tidak hanya perkebunan, Cargill juga membangun pabrik-pabrik di Indonesia yang dimulai sejak 1996.

Pertanyaannya adalah : “Apakah PB AMAN melalui Sekjennya, Rukka Sombolinggi, berikut juga KSPPM punya keberanian melakukan investigasi terhadap kegiatan perusahaan Cargill, baik pabrik maupun perkebunan sawitnya, terkait masalah lingkungan dan masalah masyarakat adat dan tanah adat…?”.

Ini bagaikan pertanyaan menggema bagi masyarakat Tapanuli, secara umum masyarakat Sumut, dan khususnya aparat penegak hukum serta pihak eksekutif dan legislatif.

Apakah perilaku KSPPM dan AMAN di Sumatera Utara dapat ditoleransi ketika mereka menciptakan perpecahan ditengah masyarakat desa…? Apakah juga perilaku pihak lainnya atau LSM lain bisa ditoleransi ketika melakukan provokasi dan perpecahan di Sumsel dan Kalbar…?

Hal ini yang harus menjadi pertimbangan bagi pemimpin di daerah dan negara ini guna mengantisipasi kekhawatiran terjadinya instabilitas daerah, negara dan dunia. Karena masyarakat Pers juga mempunyai tanggungjawab moral untuk menjaga stabilitas.

Kenapa masuk kepada instabilitas dunia…? Karena beberapa waktu lalu ada sebuah kelompok kecil di Amerika yang didalam aksinya meneriakkan dan menyanyikan ‘Tutup TPL’. Kenapa mereka tidak meneriakkan ‘Tutup Cargill’…?

Untuk itu, berdasarkan catatan media ini, masyarakat desa-desa di Tapanuli yang berseberangan dengan KSPPM dan AMAN Tano Batak berharap agar Polda Sumut dan POLRI melakukan tindakan preventif bagi LSM atau organisasi kemasyarakatan apapun itu yang dikhawatirkan bisa menciptakan instabilitas atau keadaan goyah, khususnya daerah sekawasan Danau Toba yang menjadi destinasi pariwisata.

Diharapkan juga agar LSM, “LSM Hitam”, dan organisasi masyarakat lainnya tidak menjadi antek-antek atau kaki tangan asing yang mau mengintervensi perusahaan nasional di Indonesia.

Sisi lain negara juga harus turun tangan melindungi kepentingan nasional, dan melakukan upaya preventif bagi antek-antek asing, khususnya antek-antek asing yang berada di bumi Tapanuli.

Sesuai catatan dan analisa sepertinya telah terjadi gesekan mendalam soal karakteristik generasi muda Tapanuli saat ini. Menurut Luhut Binsar Panjaitan yang disampaikan Mendiknas pada satu acara di SMA Plus DEL beberapa tahun lalu yaitu : “Untuk apa pintar kalau membikin kacau. Lebih baik bodoh tapi bisa diasah dan kemudian tidak membuat kekacauan”. Jika ada “2 LSM Hitam” yang merasa dirinya pintar, hendaknya jangan menciptakan kekacauan.  

Yang pasti, janganlah karena secuil kepentingan kelompok atau golongan tertentu harus mengeyampingkan kepentingan umum. Stabilitas sangat penting dalam kerangka kebhinekaan, karena stabilitas mengandung makna dan keyakinan yang besar. Stabilitas mengandung makna bagi kepentingan masyarakat umum dan utamanya masyarakat pelosok pedesaan. Dan keyakinan haruslah dipegang teguh guna terciptanya kedamaian abadi ditengah masyarakat umum, apalagi ditengah masyarakat awam itu.

Hendaklah mampu berpikir dan berjiwa besar serta mampu duluan berpikir positif dalam menghadapi persolan dan situasi apapun itu, agar semuanya tidak kacau dan goyah. Ingat… Jangan memaksakan kehendak. Karena pihak lain pun mampu berbuat yang sama jika dipancing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *