Parsaoran Ambarita
Beritatoba.com – Simalungun – Aksi pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) di lahan konsesi PT Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) sektor Aek Nauli di Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumut, semakin merajalela dan banyak disusupi oleh warga dari luar desa tersebut.
“Selama ini saya melihat setiap Lamtoras melakukan aksinya, dan apalagi dalam beberapa minggu terakhir ini melakukan pemaksaan kehendak dengan menutup jalan menggunakan kayu pinus yang mereka tebang, selalu saja banyak disusupi oleh orang-orang yang bukan warga Desa Sihaporas alias orang luar atau warga liar”, kata Parsaoran Ambarita kepada beritatoba.com, Rabu (24/8/2022).
Hal ini diutarakan Parsaoran Ambarita agar pihak aparat penegak hukum, khususnya dalam hal ini Kepolisian Daerah Sumatera Utara, mencermati setiap gerakan kelompok Lamtoras yang sebegitu hebatnya mampu menghadang aparat pemerintah yang tergabung dalam Tim Satgas Karhutlah saat akan berupaya memadamkan kebakaran di sekitar kawasan hutan dan lahan konsesi TPL.
Menurut Parsaoran terduga kuat ada dua LSM yang selama ini menyusupi dan melakukan provokasi masyarakat Desa Sihaporas, yang pada akhirnya menamakan dirinya kelompok Lamtoras. Kedua LSM itu adalam Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) pimpinan Delima Silalahi dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak pimpinan Roganda Simanjuntak.
“Untuk itu kami berharap agar bapak Kapolda Sumatera Utara segera turun tangan melakukan tindakan represif terhadap kedua LSM ini dalam upaya menjaga stabilitas Sumut, khususnya daerah kami. Karena tidak hanya di kabupaten kami saja, kedua LSM tersebut juga terduga kuat kerap melakukan provokasi dan keributan di Kabupaten Toba dan Kabupaten Tapanuli Utara”, tegasnya.
Parsaoran juga mengutarakan bahwa tindakan pemaksaan kehendak yang dilakukan kelompok Lamtoras dengan menutup akses jalan di lahan konsesi TPL itu sangat memalukan. Seharusnya Lamtoras melakukan upaya hukum jika memang mereka menganggap bahwa lahan konsesi TPL itu adalah tanah nenek moyangnya atau tanah adatnya. “Jangan seenak moyangnya saja menutup jalan. Negara ini negara hukum, ada aturan dan peraturan. Bapak Kapolda Sumut harus menindak keras bagi orang-orang atau kelompok tertentu yang mencoba merusak stabilitas daerah Provinsi Sumatera Utara. Segera tindak, jangan sampai terlambat”, ujar Parsaoran.
Ditambahkannya bahwa Ketua Umum Partuha Maujana Simalungun (PMS), Sarmedi Purba, telah menegaskan di beberapa media bahwa di wilayah Simalungun tidak mengenal wilayah tanah adat karena semua tanah adalah milik raja. Pejabat Partuanon di Simalungun harus memiliki garis keturunan raja atau ningrat. Tidak pernah ada Partuanon bermarga Ambarita di Simalungun, karena mereka merupakan pendatang di tanah Simalungun.(R1)