Catatan : Antoni Marpaung
Beritatoba.com – Toba – Vonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Simalungun terhadap terdakwa Sorbatua Siallagan karena terdakwa adalah pelaku kejahatan kehutanan, bukan karena sebagai ketua masyarakat adat.
Sorbatua dilaporkan oleh pihak TPL ke Mapolda Sumut karena perbuatannya dinilai saat itu telah melanggar hukum dengan cara melakukan pembakaran dan penebangan di lahan konsesi PT Toba Pulp Lestari, Tbk yang telah memiliki ijin resmi selama puluhan tahun ini dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
Sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada KLHK RI, maka pihak TPL dengan berat hati harus melaporkan Sorbatua Siallagan ke Polda Sumut yang telah melakukan kejahatan kehutanan. Sebab jika tidak dilaporkan, maka pihak TPL yang akan dikenakan sanksi atau pencabutan ijin oleh KLHK RI. Ini sangat dilematis bagi TPL.
Hasil survey dan catatan yang dilakukan selama beberapa tahun terakhir, sejak peristiwa Natumingka Kabupaten Toba, tampak sekali organisasi tertentu seperti AMAN Tano Batak dan KSPPM selalu saja berada dibelakang masyarakat dengan dalih memperjuangkan tanah adat untuk melakukan perlawanan, dimanapun ada lahan konsesi TPL di bumi Tapanuli.
Sementara orang-orang yang menjadi pengurus AMAN Tano Batak dan KSPPM tergolong masih muda dan diyakini tidak mengerti soal adat istiadat dan sejarah Batak. Namun disisi lain sepertinya provokasi mereka terhadap masyarakat awam atau masyarakat pedesaan yang berada diujung pelosok mampu didoktrin oleh kedua organisasi ini.
Tidak hanya di Dolok Parmonangan, Desa (Nagori) Pondok Bulu, Kecamatan Dolok Panribuan (kasus Sorbatua Siallagan), dan Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik (kasus kekerasan lima orang marga Ambarita juga dipenjara saat ini), Kabupaten Simalungun, bahkan di kabupaten lain pun AMAN Tano Batak dan KSPPM selalu melakukan provoksi ditengah masyarakat desa dengan tujuan agar TPL ditutup atau setidak-tidaknya menggerogoti dan menjelek-jelekkan TPL walau tanpa bukti akurat.
Menurut catatan dan penilaian penulis, orang seperti Sorbatua Siallgan dan lima orang marga Ambarita yang telah ditangkap Polres Simalungun karena kasus kekerasan beberapa waktu lalu, adalah orang-orang atau warga yang menjadi korban provoksasi AMAN Tano Batak dan KSPPM dengan iiming-iming tanah adat ratusan hektar, dan bahkan ribuan hektar yang bisa mereka miliki nantinya. Iming-iming inilah yang menjadi pelengkap mereka untuk berkolaborasi menentang dan menghancurkan TPL.
Kemudian pertanyaan yang paling mendasar adalah siapakah marga Siallagan dan marga Ambarita…? Suku yang berasal dari manakah mereka…?
Siallagan dan Ambarita adalah marga yang berasal dari Kabupaten Samosir. Kemudian apa dasar mereka mengakui dan menyatakan bahwa mereka memiliki tanah adat di Kabupaten Simalungun, yang notabene bukan tanah leluhur marganya.
Inilah yang mungkin tidak diketahui atau dimengerti oleh AMAN Tano Batak dan KSPPM serta kroni-kroninya, bahkan jaringan nasional dan jaringan internasionalnya. Dan salah satunya juga mungkin Nikson Sinaga yang menulis tentang Sorbatua Siallagan di media Kompas pada 23 Agustus 2024 lalu berjudul “Elegi Sorbatua, Dibui Karena Pertahankan Hutan Adat”, tidak mengerti soal adat istiadat dan sejarah suku Batak.
Yang pasti, Sorbatua Siallagan divonis bukan karena sebagai ketua masyarakat adat, tapi dihukum karena terdakwa adalah terpidana kasus kehutanan.