Sesaat ST dibawa ke Rutan Tanjung Gusta Medan oleh Jaksa.(Foto news.detik.com)
Beritatoba.com – Toba – Jika dikatakan ironis, memang benar ironis ketika seorang mantan bupati yang sudah memasuki usia ujur harus mendekam di balik terali besi yang mungkin untuk terakhir kali menjalani proses hidup dalam kehidupan.
Demikian seperti dialami mantan Bupati Kabupaten Toba Samosir, sekarang berubah nama menjadi Kabupaten Toba, inisial ST yang saat ini sudah memasuki usia 75 tahun yang bersahaja itu harus masuk penjara dalam status tahanan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).
Siapa yang tak kenal dengan sosok ST di Sumatera Utara ini, apalagi di bumi Tapanuli. Seperti halnya Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi beritatoba.com, Antoni Marpaung, yang sangat mengenal dan sudah lama saling kenal dengan ST selama puluhan tahun.
Ia bisa dikatakan pencetus lahirnya Kabupaten Toba Samosir ketika dirinya menjabat sebagai Asisten I Pemerintahan di Pemprov Sumut.
Ketika itu Gubernur Sumut, Raja Inal Siregar, secara khusus memerintahkan ST untuk memekarkan Kabupaten Tapanuli Selatan. Saat itu pula ST melihat ada peluang untuk memekarkan Tapanuli Utara, sehingga dengan keteguhan hatinya ST meminta kepada Gubernur Raja Inal Siregar untuk serta merta atau secara bersama juga mengajukan pemekaran Kabupaten Tapanuli Utara. Dan Raja Inal pun menyetujuinya.
Dengan kesigapan dan kelihaiannya dibidang pemerintahan, akhirnya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya (kalau boleh beritatoba.com sebutkan namanya disini), Tuan Sahala Tampu mampu melahirkan Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Toba Samosir sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Tingkat II Toba Samosir dan Mandailing Natal.
Atas kinerjanya yang cepat dan tepat ini, akhirnya Tuan Sahala Tampu diberikan penghargaan oleh Gubernur Raja Inal Siregar untuk menjadi penjabat Bupati Kabupaten Toba Samosir pada 1999. Selanjutnya Tuan Sahala Tampu berhasil dalam pemilihan bupati pada 2000 dan menjabat sebagai Bupati Pertama Kabupaten Toba Samosir periode 2000-2005. Kemudian pada masanya pula kembali melahirkan Kabupaten Samosir.
Pemerhati perkembangan hidup sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Toba, Rosdame Panjaitan SE, melihat kenyataan pahit atas penahanan ST ini berkomentar bahwa pihak Kejatisu dalam hal pengambilan keputusannya dinilai tidak menggunakan dasar pertimbangan moral. “Apakah mereka (penyidik kejatisu, red) tidak punya belas kasih ketika melihat kondisi terperiksa sudah dalam keadaan ujur, dan bisa dikatakan hanya tinggal menunggu ajal sehingga harus melakukan penahanan…?”, tanya Rosdame prihatin saat dikonfirmasi beritatoba.com, Rabu (17/11/2021).
Nasi sudah menjadi bubur. Tampaknya pembesar Partai Golkar Kabupaten Toba dan mantan anggota DPRD Kabupaten Toba dari Fraksi Golkar ini hanya tinggal kenangan saja, dan tampaknya tak akan pernah ada yang melihat dan mengenangnya sebagai “Proklamator Kabupaten Toba”.
Penyidik muda Kejatisu sepertinya takkan pernah mau tahu awalnya siapa dan seperti apa perjuangan dan pengorbanan ST bagi Provinsi Sumut dan bagi kaumnya serta daerahnya di Tapanuli, khususnya Kabupaten Toba.
Praktisi hukum Amal Marpaung SH mengutarakan disisi lain memang hukum harus ditegakkan dan tidak pandang bulu, disamping harus menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat. Hal ini juga demi menjaga kredibilitas dan integritas penegak hukum, baik itu kejaksaan maupun kepolisian. “Kita lihat saja nanti bagaimana pertimbangan dan keputusan majelis hakim yang terhormat atas terdakwa ST jika dilihat dari sisi sang proklamatornya”, ujar Amal.
Seperti diketahui Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menahan mantan Bupati Toba Samosir, ST (75), dan mantan Sekda Tobasa, PS (70), ke Rutan Tanjung Gusta, Medan, Selasa (2/11/2021) lalu. Keduanya ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengalihan status Areal Penggunaan Lain (APL) hutan Tele, Kabupaten Samosir.
Tampakna do rantosna, rim ni tahi do gogona (Kebersamaan Mencerminkan Kekuatan).(R1)