Bupati Poltak Sitorus.
Beritatoba.com – Toba – Kepala Sub Bagian Hukum (perancang peraturan perundang-undangan), Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerjasama, Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia (BKN RI), Achmad Sudrajad SH Mpub.Admin, dalam komentarnya memberikan penjelasan spesifik soal kasus indisipliner PNS di Kabupaten Toba, Sumut, beberapa waktu lalu.
Seperti diberitakan terindikasi kuat ada PNS tidak masuk kerja selama 10 hari lebih secara terus menerus yang terbukti dengan daftar absen dan PTT. Oleh Kepala BKPSDM Kabupaten Toba ketika itu dijabat Augus Sitorus, si PNS yang indislipner bernama Yati Mulyati itu tidak dipecat tetapi hanya diturunkan pangkat/jabatannya. Kemudian pers dan LSM teriak, mengatakan sudah seharusnya Bupati Toba Ir Poltak Sitorus MSc selaku PPK membentuk tim pemeriksa, karena Kepala BKPSDM Toba si Augus Sitorus tersebut sudah naik jabatannya menjadi Sekda.
“Pertanyaannya Pak Achmad, apa dampak hukumnya bagi bupati/walikota selaku PPK jika tidak membentuk tim pemeriksa atas Sekda tersebut?”
Ahmad Sudrajat dalam keterangannya mengatakan dalam penjatuhan disiplin harus diperhatikan terkait :
– SUBSTANSI
Pelanggaran disiplin apa yang dilakukan.
Sesuai dengan ketentuan, bagi PNS yang tidak masuk kerja dan tidak menaati ketentuan jam kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerus selama 10 (sepuluh) hari kerja dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Bukti pelanggaran disiplin tersebut diperkuat dengan adanya daftar absen.
Untuk pelanggaran disiplin terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja bersifat limitatif, maksudnya jenis hukuman disiplin disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan atau jumlah hari kerja yang dilanggar oleh PNS yang bersangkutan.
– PROSEDUR
Mekanisme penjatuhan hukuman disiplin yang dilakukan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tetap dilakukan pemanggilan, pemeriksaan, penjatuhan hukuman, dan penyampaian keputusan hukuman disiplin sesuai pelanggaran disiplin yang dilakukan.
– KEWENANGAN
Pejabat yang berwenang menghukum atas pelanggaran disiplin yang dilakukan.
PPK Instansi Daerah Kabupaten/Kota (Bupati/Walikota) yang berwenang menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi :
– Pejabat Administrator ke bawah dilingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin sedang dan berat; dan
– Pejabat Fungsional selain Pejabat Fungsional Ahli Utama dilingkungannya untuk jenis hukuman disiplin berat.
Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama atau pejabat lain yang setara (Kepala Dinas, dll) berwenang menjatuhkan hukuman disiplin :
1) ringan bagi PNS di lingkungannya yang berada 1 (satu) tingkat di bawahnya;
2) sedang bagi PNS di lingkungannya yang berada 2 (dua) tingkat di bawahnya; dan
3) ringan dan sedang bagi Pejabat Fungsional di lingkungannya.
Permasalahan dari kasus diatas, PNS tidak dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan.
Menurut Achmad Sudrajat, seharusnya Kepala BKD meneruskan kewenangan penjatuhan hukuman disiplin berat kepada Bupati karena PNS tersebut seharusnya dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan dan malah menjadi perhatian publik (Pers & LSM) yang mengetahui kasus tersebut.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dalam hal terdapat Pejabat yang Berwenang (PyB) Menghukum tidak menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin maka,
1) pejabat tersebut dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya berupa jenis hukuman disiplin yang lebih berat.
2) Penjatuhan hukuman disiplin kepada Pejabat yang Berwenang Menghukum dilakukan secara berjenjang.
3) dilakukan setelah melalui proses pemeriksaan.
4) Selain menjatuhkan hukuman disiplin kepada Pejabat yang Berwenang Menghukum, atasan dari Pejabat tersebut juga menjatuhkan hukuman disiplin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
Dengan demikian, karena pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh mantan Kepala BKD (sekarang Sekda) termasuk pelanggaran disiplin tingkat berat maka wajib dibentuk Tim Pemeriksa dan dilakukan proses penjatuhan hukuman disiplin.
Apabila PPK (Bupati) tidak melaksanakan proses penjatuhan hukuman disiplin tersebut, maka dalam Pasal 19 Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2022 tentang Pengawasan dan Pengendalian Pelaksanaan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Manajemen Aparatur Sipil Negara ditentukan bahwa :
(1) Kepala BKN melakukan Tindakan Administratif apabila lnstansi Pemerintah tidak melakukan perbaikan implementasi NSPK Manajemen ASN.
(2) Tindakan Administratif berupa :
a. peringatan;
b. pencantuman dalam daftar pelanggar NSPK Manajemen ASN;
c. pemblokiran data kepegawaian dan/atau layanan kepegawaian;
d. pencabutan keputusan atas pengangkatan, pemindahan, atau pemberhentian selain yang menjadi kewenangan Presiden;
e pembatalan atas keputusan yang ditetapkan oleh PPK, PyB, atau pejabat lain yang ditunjuk selain yang menjadi kewenangan Presiden; dan/atau
f. rekomendasi pencabutan atau pengalihan kewenangan PPK, PyB, atau pejabat lain yang ditunjuk dalam hal objek rekomendasi yang ditetapkan oleh Presiden.
Dengan demikian, BKN dapat melakukan tindakan administratif sampai dengan rekomendasi pencabutan atau pengalihan kewenangan PPK apabila tidak melaksanakan ketentuan sesuai Manajemen ASN, termasuk dalam penjatuhan hukuman disiplin.
“Dampak pidananya ada gak ya, Pak Achmad…?”
Ahmad Sudrajat mengatakan Itu masih ranah hukum administratif negara. Paling diajukan gugatan ke PTUN terkait keputusan yang dibuat.
“Tidak bisa dipidanakan karena pembinaan disiplin ada di ranah hukum administrasi negara. Jika ada pihak yang mempermasalahkan keputusan yang pernah dibuat, paling melaporkan ke instansi terkait misalnya BKN atau Kemenpan”, katanya.(R1)