Toba (btc)

Sebastian Hutabarat Mencari Keadilan(Fotobtc/Ist)

Aktivis lingkungan hidup Danau Toba, Sebastian Hutabarat, akhirnya berangkat ke Jakarta menyambangi kantor Kementerian Sekretaris Negara di Jalan Veteran Jakarta, Kamis (5/11-20) lalu, dalam upaya mencari keadilan atas kasus yang menimpa dirinya terkait lingkungan hidup di kawasan Danau Toba.

Sebastian Hutabarat (50), yang dikenal sebagai aktivis lingkungan dari Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) ini membuat surat kepada Presiden Jokowi dengan menjelaskan alasannya yang sangat tertekan karena sudah lima kali menerima surat panggilan dari Kejaksaan Negeri Samosir untuk pelaksanaan putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 167/Pid.Sus/2020/PT.MDN.

Dalam suratnya kepada Presiden RI Joko Widodo, Sebastian menguraikan soal surat panggilan kejaksaan yang membingungkan Sebastian karena disuruh hadir pada 5 Mei 2020 sementara surat panggilan tersebut diterimanya di Balige pada 6 Mei 2020. Selain itu salinan putusan dan pemberitahuan putusan belum lewat 14 hari, dimana masih dimungkinkan untuk dilakukan upaya hukum kasasi

Dalam suratnya itu Sebastian juga menjelaskan kronologis singkat awal kejadian yang menimpanya bersama rekan dari YPDT, Jhohanes Marbun, tiga tahun lalu yang menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh Jautir Simbolon (JS) dan para anggotanya di tambang batu Desa Silimalombu Samosir, 15 Agustus 2017 silam.  Padahal Pemerintah sudah menetapkan kawasan itu sebagai zona putih yang berarti tidak boleh dilakukannya penambangan batu atau kegiatan yang berpotensi merusak alam.

Kedua aktivis itu dipukul beramai ramai dan bahkan sempat disekap selama beberapa jam hingga kemudian berhasil dibebaskan oleh pihak Kepolisian dan Babinsa. Kemudian Sebastian dan Jhohanes Marbun pada hari yang sama langsung divisum di Rumah Sakit Pangururan dan selanjutnya melaporkan para pelaku penganiayaan ke pihak kepolisian namun tidak dilakukan penahanan terhadaop para pelaku.

Dua tahun kemudian, barulah JS diadili di Pengadilan Negeri Balige dengan vonis ringan yakni dua bulan penjara. Bersamaan dengan vonis penjara dua bulan bagi JS, saat itu juga Sebastian merasa heran karena menerima status baru sebagai tersangka di Polres Samosir dengan tuduhan fitnah terhadap JS.  Sabastian merasa ada kejanggalan dalam penanganan kasus atas dirinya karena berkali kali Sebastian menghubungi pihak Polres Samosir menanyakan mengapa ia bisa menjadi tersangka, namun pihak Polres Samosir tidak pernah mengangkat teleponnya. Kemudian Sebastian sudah di P21 tertanggal 10 April 2019.

Sebastian dan lawyernya menduga ada kesengajaan dari Polres Samosir  dan Kejaksaan Negeri Samosir agar kesaksian Ratnauli Gultom yang meringankan Sebastian tidak dimasukkan dalam BAP. Juga agar gelar perkara di Polda Medan yang sedang diupayakan tim lawyer Sebastian agar kasus ini terang benderang tidak lagi bisa terlaksana. Mukti Arifin, salah seorang dari tim lawyer Sebastian mengakui ada beberapa keganjilan dalam BAP Sebastian antara lain, adanya dua LP yang berbeda yakni LP/122/VIII/2017/SMR/SPKT Tanggal 23 Agustus 2017 sekitar pukul 03.00 WIb a.n Jautir Simbolon atas perkara tindak pidana penghinaan sebagimana dimaksud Pasal 310 atu 311 KUHPidana, akan tetapi sejak 05 Maret 2019, Penyidik menggunakan LP/B-122/VIII/2017/SMR/SPKT tanggal yang sama 23 Agustus 2017 dengan dakwaan fitnah sebagaimana dimaksud Pasal 310 KUHPidana. Mukti heran mengapa Jaksa tidak meneliti hingga ada dua laporan LP yang berbeda pada waktu yang sama. Dalam berkas perkara, Mukti juga heran mengapa keterangan dari pihak yang memberi ijin usaha tambang tidak diambil dalam proses persidangan. Pun tidak juga diperiksa orang orang yang ada dalam bukti Surat Pernyataan Tidak Keberatan dari Lingkungan Masyarakat, sebagai persyaratan ijin tambang galian C yang dijadikan alat bukti JPU dalam berkas perkara.

Dalam suratnya kepada Presiden Jokowi, Sebastian mengisahkan kesedihan hatinya manakala melihat pohon yang mereka tanam disela acara  pelantikan mereka sebagai pengurus perwakilan YPDT telah berganti dengan berdirinya stonecursher yang sangat besar. Sebastian mengingat betul ketika ia diundang ke Jakarta setelah Jokowi terpilih menjadi Presiden RI, Jokowi meminta agar para relawan jangan membubarkan diri dulu. Kalian masih saya perlukan menjadi perpanjangan tangan saya di daerah. Sebastian ingat betul dengan permintaan Jokowi itu sehingga ia merasa perlu ikut menjaga kelestarian Danau Toba yang sangat dicintainya. Mengapa ketika menjalankan tugas itu kami dianiaya? Salahkah bila nurani saya terusik melihat penggiling batu yang sangat besar berdiri di bibir pantai persis di lokasi kami menanam pohon dulu? Bukankah sepatutnya Pemerintah Republik Indonesia menggawangi kelestarian sumber daya alamnya terlebih di kawasan Danau Toba yang sudah menjadi Geopark Dunia dan menjadi andalan utama Pariwisata Indonesia? Mengapa Negara ini tidak menunjukkan keberpihakan kepada kami yang berusaha menjaga kelestarian tanah leluhur yang juga menjadi aset berharga Negara Indonesia?

Dalam suratnya, Sebastian juga menyampaikan iman dan pengharapannya akan Indonesia yang semakin baik terutama dalam hal penegakan hukum, agar tidak ada lagi penganiayaan bagi para aktivis yang berjuang akan lingkungan hidup yang lebih baik, dan juga agar tidak lagi ada korban-korban kriminalisasi hukum seperti yang dialami Sebastian .

Sebagai salah satu warga negara yang belajar taat pada aturan dan hukum Negara, saya sudah mengambil bagian dengan melaporkan Saudara Jautir Simbolon ke Polres Samosir, melaporkan Polres Samosir ke Propam dan Ombudsman, melaporkan Jaksa ke Komisi Kejaksaan, juga melaporkan Hakim PN Balige dan Hakim Pengadilan Tinggi Medan ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial karena memvonis saya masuk penjara untuk kesalahan yang tidak saya lakukan, tulis Sebastian.

Di akhir suratnya, Sebastian berharap Presiden Jokowi bisa memberinya Amnesti atau bentuk perlindungan hukum lainnya sebagai pelajaran agar dugaan kriminalisasi seperti yang dialaminya tidak lagi bolak balik terjadi di masa yang akan datang, dan agar orang-orang yang mengalami penindasan seperti Sebastian tidak takut bicara manakala mereka ditindas.

Kepada media beritatoba.com, Sebastian mengaku masih dilanda perasaan trauma manakala membayangkan penganiayaan yang dialami bersama sahabatnya, Jhohanes Marbun. Sebastian juga menyampaikan ketakutan para karyawan dan keluarga di Balige saat Jaksa dari Samosir datang dengan pakaian lengkap menanyakan keberadaan Sebastian untuk segera dijebloskan ke penjara. “Mengapa Negara ini begitu ngotot memenjarakan saya untuk kesalahan yang tidak pernah saya lakukan?”, ujarnya nada bertanya.(R1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *