
Beritatoba.com – Simalungun – Sebagai respons atas insiden pasca terjadinya bentrokan di wilayah Sihaporas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, antara masyarakat dan pihak TPL pada Senin, 22 September 2025, digelar Rapat Koordinasi Forkopimda Kabupaten Simalungun, Rabu (24/9/2025), pukul 10.00 WIB, bertempat di Balai Harungguan Djabanten Damanik, Kantor Bupati Simalungun.
Rapat ini mempertemukan berbagai pihak terkait, termasuk Pemkab Simalungun, PT TPL, kelompok Lamtoras, dan unsur Forkopimda lainnya.
Rapat turut dihadiri oleh Wakil Bupati Simalungun Benny Gusman Sinaga, Wakil Ketua DPRD Jepra Manurung, Dandim 0207 Simalungun Letkol Inf. Gede Agus Dian Pringgana, Kapolres Simalungun AKBP Marganda Aritonang, serta jajaran pejabat daerah, tokoh adat, LSM, dan perwakilan masyarakat.
Salah satu agenda penting dalam rapat adalah membahas klaim penguasaan lahan di Sihaporas, termasuk tinjauan legalitas konsesi TPL yang selama ini menjadi sorotan.
Kronologi Legalitas dan Operasi PT TPL
PT TPL, yang sebelumnya bernama Indorayon, telah beroperasi dengan izin usaha pemanfaatan hasil hutan tanaman industri (HTI) sejak awal 1990-an. Perizinan perusahaan ini tercatat melalui beberapa keputusan penting, antara lain:
- SK Menteri Kehutanan No. 493/Kpts‑II/1992 (Izin awal PBPH).
- SK No. 704/Menhut‑II/2013 dan SK No. 579/Menhut‑II/2014 (Penetapan kawasan dan areal kerja).
- SK No. 307/MenLHK/Setjen/HPL.0/7/2020 dan revisi melalui SK No. 1487/MenLHK/Setjen/HPL.0/12/2021.
Dalam operasionalnya di sektor Aek Nauli dan Sihaporas, TPL mengembangkan kebun pembibitan eukalyptus yang menghasilkan sekitar 2,5 juta bibit per bulan.
Isu kepemilikan adat atas lahan Sihaporas menjadi perdebatan panjang. Ketua DPP Partumpuan Pemangku Adat Budaya Simalungun (PPABS), Jantoguh Damanik, menegaskan bahwa tidak ada tanah adat di wilayah Kabupaten Simalungun pasca kemerdekaan. Ia menjelaskan bahwa wilayah ini dulunya adalah kerajaan yang kemudian menjadi milik negara.
Jantoguh juga menyinggung kelompok Lamtoras sebagai pihak yang menurutnya “membelokkan sejarah”. Ia menyatakan bahwa leluhur dari kelompok tersebut, Ompu Mamontang Laut Ambarita, hanya diberi izin (marjuma/marsopo) untuk bercocok tanam oleh Tuan Sipolha, dan bukan pemilik sah tanah adat di Sihaporas.
Sementara itu, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Medan, melalui Rano Karno Sihombing, menegaskan bahwa di wilayah Simalungun hanya terdapat kawasan Hutan Register, bukan tanah adat.
Sikap Aparat dan Harapan Penyelesaian Damai
Kapolres Simalungun, AKBP Marganda Aritonang, menegaskan bahwa pihak kepolisian akan bersikap netral dalam menangani konflik ini dan memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil. Dandim 0207 Simalungun, Letkol Inf. Gede Agus Dian Pringgana, juga menyerukan agar persoalan ini diselesaikan secara damai dan bermartabat.
