Beritatoba.com – Humbahas – Tokoh adat, tokoh masyarakat dan para pengetua Desa Simataniari, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), mendatangi kantor Pemerintah Kabupaten Humbahas untuk berudiensi dengan bupati guna mengklarifikasi soal isu Surat Keputusan (SK) tanah adat di desa tersebut.

Sekdakab dan Asisten I Pemkab Humbahas foto bersama dengan para tokoh dan pengetua Desa Simataniari.(Ft btc)

Dalam pertemuan itu Bupati Humbahas tidak bisa hadir karena kesibukan lain sehingga diwakilkan oleh Sekdakab Humbahas, Drs Tonny Sihombing MIP, didampingi Aisiten I, Makden Sihombing SSos MM, bertempat diruang kerja Sekdakab Humbahas.  

Para tokoh dan pengetua yang mewakili masyarakat Desa Simataniari secara tegas menyatakan tidak pernah tahu soal adanya SK tanah adat yang disebut-sebut akan dibagikan oleh Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) kepada masyarakat Desa Simataniari dan dikirim kepada Bupati Humbahas pada Jumat (26//5/2023) besok.

Sekdakab Humbahas Tonny Sihombing.

“Kalau KSPPM mengurus dan membuat SK tanah adat tanpa sepengetahuan kami maka akan terjadi perselisihan. Seharusnya kalau ada pelepasan tanah adat, harus kami tahu dan juga diketahui oleh Pemkab Humbahas dan Kementerian LHK. Kami mendukung jika pelepasan tanah adat itu tepat sasaran dan diarahkan kepada seluruh masyarakat Desa Simataniari untuk hutan adat lestari. Tapi  jangan sepihak”, kata Saut Tumanggor selaku Sekretaris Lembaga Adat Dalihan Natolu Sionom Hudon Desa Simantaniari dihadapan Sekdakab Humbahas.

Para pengetua Simataniari itu juga menyatakan selama ini jika ada pelepasan-pelepasan tanah adat atau tanah ulayat selalu diketahui mereka, dan disinyalir kuat pihak KSPPM sengaja melontarkan isu SK tanah adat itu ditengah masyarakat. “Untuk itulah kami datang kemari untuk mempertegas isu tersebut, pak Sekda. Karena selama ini pihak KSPPM selalu menjanjikan surat sertifikat tanah tapi tak pernah terwujud”, ungkap Pinus Sitanggang.  

Lebih jauh Pinus Sitanggang mengutarakan bahwa selama ini KSPPM berteman dengan mereka namun karena selalu membohongi masyarakat menyebabkan mereka harus berpikir bagaimana caranya agar masyarakat bisa makan dari PT TPL. “Sebenarnya sejak 2018 sudah tidak ada lagi persoalan. Yakinlah pak Sekda, KSPPM tidak akan berani dipertemukan dengan kami di ruang kerja Pak Sekda ini. Karena apa, karena pasti terbuka kedoknya”, tegas Pinus Sitanggang.

Pinus Sitanggang (kanan) bersalaman hangat dengan Sekdakab Humbahas (kiri) usai pertemuan.

Sementara itu Ketua Dewan Pembina Lembaga Adat Dalihan Natolu Sionom Hudon Desa Simataniari, Masden Tinambunan, secara tegas pula menyampaikan kepada Sekdakab Humbahas bahwa selama ini mereka dari Dusun Huta Bulu menyatakan tidak pernah mau dan tidak perlu didampingi KSPPM. “KSPPM nyatakan dalam beberapa media bahwa ada pelepasan tanah adat seluas 1.763 hektar. Sebenarnya ini yang mau kami pertanyakan dalam pertemuan ini”, kata Masden Tinambunan.

Saut Tumanggor (kanan) saat diwawancara awak media.

Ketua KTH Simataniari, Maruba Simbolon, juga senada dengan pengetua lainnya meminta ketegasan Pemkab Humbahas soal isu SK tanah adat tersebut. Kemudian para pengetua Simataniari menyerahkan surat pernyataan sikap mereka yang diserahkan kepada Sekdakab Humbahas Tonny Sihombing.

Tonny Sihombing usia menerima surat pernyataan sikap tersebut menyampaikan pengharapannya agar masyarakat Desa Simataniari tidak terpecah belah dan selalu menjaga stabilitas walau disatu sisi tidak ada persesuaian. “Bagi kami yang penting stabilitas. Kedatangan bapak-bapak ini, kami sambut dengan baik karena ini bagian dari tugas kami. Namun harus tetap didalam kedamaian. Surat ini akan kami tindaklanjut, bila perlu kami akan panggil KSPPM”, ujarnya.

Kemudian Tonny Sihombing juga menegaskan hingga saat ini tidak ada surat yang disampaikan oleh KSPPM terkait SK tanah adat karena memang tidak semudah itu kementerian atau instansi terkait menerbitkan SK tanah adat. Diakui beberapa waktu lalu pernah KSPPM menyampaikan surat soal tanah adat dan masyarakat hukum adat namun belum ada tindaklanjutnya sampai sekarang, karena ada beberapa tahapan yang harus dilalui.

Surat pernyataan sikap.

Usai pertemuan dengan Sekdakab Humbahas, Saut Tumanggor kepada wartawan menyampaikan bahwa pihaknya sama sekali tidak tahu ada pelepasan tanah adat seluas 1763 Ha. “Kami tidak kenal siapa itu KSPPM, dan kami tidak mau tahu siapa itu KSPPM. Jika ada pelepasan, kami harus tahu karena kami punya hak ulayat. Kami juga sudah tegaskan kepada Sekda, kalau ada yang klaim tanah adat, kami akan ajukan keberatan kami”, katanya.

Masden Tinambunan.

Masden Tinambunan kepada wartawan menambahkan bahwa Desa Simataniari masih dalam tanah ulayat Sionom Hudon. Artinya sesama masyarakat Desa Simataniari harus bekerjasama dengan Lembaga Adat Dalihan Natolu Sionom Hudon yang notabene sudah diakui keberadaannya selama ini oleh masyarakat Simataniari sendiri. Diharapkannya pula agar masyarakat yang belum mengetahui agar bisa duduk bersama karena saat ini masyarakat terbagi dua, ada yang ke KSPPM dan ada yang KTH.  “Bagus tadi komentar Pak Sekda, tidak semudah itu pelepasan tanah adat karena harus ada peta dan sebagainya. Jangan ada kolompok luar yang mengatasnamakan masyarakat Desa Simataniari, yang tujuannya hanya bikin berantakan. Karena kami disini masih satu kelurga dan satu darah. Mari masyarakat Simataniari supaya kita bisa enak dan sejahtera bersama”, tegas Masden seraya menghimbau agar semua masyarakat Simataniari harus bersatu dan jangan terpecah oleh karena kehadiran kelompok dari luar.(R1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *