Monang Simatupang

Beritatoba.com – Toba – PT Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) yang dikenal sebagai perusahaan global terkemuka dengan pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan  wilayah operasional perusahaan tersebar di beberapa kabupaten dan kota diantaranya areal konsesi Kabupaten Simalungun, Kabupaten Asahan, Kabupaten Toba, Kabupaten Pakpak Barat, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Dairi, Kabupaten Samosir, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kota Padang Sidempuan, dengan Eucalyptus sebagai tanaman pokok untuk produksi pulp.

“Kami percaya bahwa pengelolaan lahan hutan yang baik untuk saat ini dan akan datang melalui peningkatan produktivitas, daya dukung dengan meningkatnya pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap hasil hutan, mempertahankan keanekaragaman hayati, mendukung program pengurangan pemasan global serta bermanfaat bagi karyawan, konsumen, pemilik saham, masyarakat sekitar hutan dan pemangku kepentingan lainnya”, ujar Direktur TPL Monang Simatupang kepada beritatoba.com beberapa waktu lalu di Balige.

Dikatakannya banyak yang beranggapan jika pohon eucalyptus merupakan salah satu tanaman yang paling boros air di Kabupaten Toba. Namun kenyataannya padi, akasia dan pinus yang lebih boros air daripada eucalyptus yang sering dituduhkan banyak orang.

Dijelaskannya pula bahwa banyak jenis-jenis eucalyptus yang ada di dunia hampir lebih dari 600 jenis yang masing masing karakteristiknya berbeda-beda. Adapun Jenis Eucalyptus yang dikembangkan oleh Toba Pulp Lestari adalah hasil persilangan dari Jenis Eucalyptus : Grandis, Pellita dan Urophyla.

Monang Simatupang mengatakan perusahaan dalam operasionalnya bertujuan untuk menjadi organisasi pengelola hutan dan produsen pulp dengan standar keberlanjutan kelas dunia.

“Kami berkomitmen dalam segala aspek usaha bisnis kami. Semua proses produksi baik di segmen usaha Pulp harus mengimplementasikan kerangka keberlanjutan sehingga produk kami dihasilkan melalui praktik bisnis yang baik serta tersertifikasi berdasarkan standar internasional. Tak hanya itu, limbah yang dihasilkan dari proses produksi pun harus diberdayagunakan agar dapat memberikan manfaat ekonomis maupun manfaat terhadap lingkungan,” kata Monang.

Lebih jauh Monang mengutarakan Hutan Tanaman Industri adalah hutan tanaman yang dikelola dan diusahakan berdasarkan prinsip pemanfaatan yang optimal dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan sumber daya alamiah serta dengan menerapkan prinsip ekonomi dalam pengusahaannya.

TPL memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) dengan produksi kayu Eucalyptus dan areal pabrik di  Desa Soror Ladang, Pangombusan, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

HTI yang dikelolah oleh perusahaan produksi kayu Eucalyptus sebagai bahan baku kayu yang berkelanjutan untuk produksi pulp dan memiliki kebijakan pengelolaan hutan yang ketat serta kebijakan keberlanjutan yang sesuai dengan standar internasional.

Sumber daya manusia merupakan faktor dominan dalam pembangunan menggunakan pendekatan ekosistem. Dalam penggunaan dan pengelolaan sumberdaya secara bijaksana dalam rangka mengupayakan pembangunan yang berkesinambungan. Untuk itu tingkat pengetahuan dan kesadaran mengenai pentingnya kualitas lingkungan hidup merupakan hal penting disamping kepadatan penduduk dan kebudayaan masyarakat.

Dengan demikian pemanfaatan lahan tidur memerlukan pendekatan ekosistem yaitu adanya interaksi antara beberapa komoditas sehingga keadaan lingkungan tetap baik. Sebagai contoh, laju erosi dapat dikendalikan, mempertahankan kesuburan lahan dan optimasi pemanfaatan lahan melalui penerapan suatu tata tanam tertentu.

Lahan tidur dapat digunakan sebagai lahan pembudidayaan tanaman yang pertumbuhannya lambat seperti pohon penghasil kayu. Karena pohon penghasil kayu membutuhkan nutrisi yang relatif lebih sedikit dibandingkan tanaman pangan, dan penanaman pohon kayu lebih dianggap sebagai sebuah “tabungan” masa depan. Lahan tidur umumnya berupa lahan kritis yang miskin nutrisi, namun dengan pengusahaan tanaman penghasil kayu, lahan tidur dapat menjadi sumber pendapatan sekaligus memperbaiki kondisi tanah dan lingkungan.

Perusahaan dengan pemanfaatan lahan tidur yang dimiliki oleh masyarakat dan kondisi lahan tersebut biasanya ditumbuhi tanaman non-produktif yang kurang bermanfaat, hal ini yang mendasari perusahaan menjalin kemitraan dengan masyarakat sehingga lahan yang tidak produktif dapat menghasilkan dan meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar operasional perusahaan.

Perusahaan berkomitmen untuk pembangunan berkelanjutan yang bertanggung jawab dan di semua lokasi operasional dan menghilangkan deforestasi dari rantai pasokan dengan menerapkan praktek- praktek terbaik di bidang sosial, lingkungan, dan bisnis dengan tujuan menjadi mitra bisnis yang baik dan bertanggung jawab dalam komunitas lokal, nasional, dan global.

TPL menyadari bahwa pengembangan ekonomi masyarakat dapat didukung dengan system kemitraan, memanfaatkan lahan yang dimiliki oleh masyarakat untuk dikembangkan oleh pihak perusahaan. Perusahaan akan melakukan system kemitraan PKR bagi para petani yang memiliki lahan sekitar operasional perusahaan untuk ditanami tumbuhan eucalyptus oleh pihak perusahaan

Dalam mengelola HTI maupun PKR, TPL menerapkan kebijakan perlindungan dan konservasi hutan, lahan gambut, dan pengurangan jejak karbon. Adanya kontribusi ekonomi yang dinikmati masyarakat, karena pengembangan PKR dilakukan tidak hanya untuk fungsi konservasi. Melainkan disinergikan dengan fungsi ekonomi menuju pengelolaan PKR yang lestari.

Pada tahun 2022 Di luar HTI, TPL juga mengelola PKR seluas 8.767 hektare, khusus untuk tanaman eucalyptus yang terbagi di lima area konsesi operasional perusahaan yaitu : Sektor Aek Nauli luas lahan PKR 882 Ha, Sektor Aek Raja luas lahan PKR 2.165 Ha, Sektor Habinsaran luas lahan PKR 3.030 Ha, Sektor Tapanuli Seletan luas lahan PKR 1.736 Ha dan Sektor Tele luas lahan 955 Ha.

“Program Perkebunan Kayu Rakyat kemitraan ini merupakan solusi terbaik karena terbukti memberi manfaat yang berkelanjutan dan pasti, khususnya buat masyarakat, pemerintah setempat maupun negara,” kata Monang Simatupang.

Menjalin kemitraan pasti memiliki  persyaratan dengan dasar hukum yang baik, oleh sebab itu perusahaan mengharuskan masyarakat yang ingin melakukan kemitraan melengkapi sejumlah persyaratan, antara lain : letak lahan perkebunan berada di luar area konsesi TPL, status fungsi hutan di Area Penggunaan Lain (APL), artinya bukan merupakan Hutan Negara, Tidak merupakan sumber mata air masyarakat dan atau alur yang mengalirkan air maupun anakan sungai, Jangka waktu periode kerja sama minimal 2 kali panen atau selama 14 tahun, merupakan lahan milik kelompok maupun pribadi (memiliki Surat Keterangan Tanah dari Kepala Desa dan Camat).

Sektor Habinsaran merupakan penyumbang lahan PKR terluas saat ini salah satu mitra PKR Anwar Pasaribu merasakan dampak yang sangat baik dari sistem PKR dengan TPL. Kerja sama yang sudah berjalan sejak tahun 1992, manfaat besar yang tidak hanya dirasakan oleh Anwar Pasaribu akan tetapi dapat dirasakan oleh masyarakat Desa Riganjang, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba adalah pembukaan jalan pertanian yang dilakukan oleh pihak perusahaan, sehingga masyarakat mendapatkan akses jalan yang baik menuju area pertanian.

“Program PKR ini sangat membantu dari segala segi kehidupan, baik secara ekonomi, sosial dan pemanfaatan lahan. Sejak tahun 1992 lahan yang dikelola oleh TPL sudah sangat membantu perekonomian dan saya mampuh memberikan pendidikan kepada anak-anak saya sampai ke jenjang universitas.” ungkap Anwar

Sektor Aek Raja memilki luas area PKR yang cukup banyak dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan lahan tidur menjadi lahan yang produktif sehingga dapat mendukung perekonomian masyarakat.

Ruben Lumban Tobing merupakan Kepala Desa dari Desa Hutatoruan I dan sebagai Ketua Organisasi Tanah Wilayah Poparan Opung Sumurung Lumban Tobing sebagai plasma PKR di Sektor Aek Raja dengan luas lahan PKR sekitar 260 Ha yang terdiri dari kelompok Poparan Opung Sumurung Lumban Tobing yang berdomisili di Bona Pasogit (Kampung Halaman) sekitar 750 Kepala Keluarga (KK) dan sudah melakukan kemitraan dengan TPL sejak 2019 serta akan dilakukanya penambahan luas lahan PKR 100 Ha.

“Pemanfaatan lahan tidur menjadi lahan produktif dengan program kemitraan PKR oleh TPL merupakan suatu keuntungan yang kami rasakan, pemberdayaan masyarakat untuk proses penanaman, pemupukan dan pemanenan akan kami usahakan untuk mempekerjakan masyarakat dari Desa Hutatoruan I sehingga mengurangi angka pengangguran di Desa kami ini.” Ujar Ruben

Pembangunan Perkebunan Kayu Rakyat dengan sistim tumpangsari terus dikembangkan oleh pihak perusahaan tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan manfaat PKR bagi kehidupan petani dalam jangka panjang, sehingga PKR dapat berfungsi sebagai tabungan atau investasi sebagai jaminan kelansungan hidup, dengan harapan bahwa PKR dapat memberikan manfaat Finansial dan lingkungan (ecologi) yang berkelanjutan.(Tob1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *