KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2019

TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN TANAH ULAYAT

KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan

  1. Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat  adalah  sekelompok orang  yang memiliki  identitas  budaya  yang  sama,  hidup secara   turun   temurun   di   wilayah   geografis   tertentu berdasarkan    ikatan    asal    usul    leluhur    dan/atau kesamaan   tempat   tinggal,   memiliki   harta kekayaan dan/atau  benda  adat  milik bersama  serta  sistem  nilai yang  menentukan  pranata  adat  dan  norma  hukum  adat sepanjang masih hidup sesuai perkembangan masyarakat   dan   prinsip   Negara   Kesatuan   Republik Indonesia.
  2. Hak Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat atau yang serupa itu adalah hak Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang   bersifat   komunal   untuk   menguasai,   mengelola dan/atau   memanfaatkan,   serta   melestarikan   wilayah adatnya  sesuai  dengan  tata  nilai  dan  hukum  adat  yang berlaku.
  3. Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat  Hukum  Adat  adalah tanah  persekutuan  yang  berada  di  wilayah  masyarakat hukum adat yang menurut kenyataannya masih ada.
  4. Kementerian  Agraria  dan  Tata  Ruang/Badan  Pertanahan Nasional  yang  selanjutnya  disebut  Kementerian  adalah Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan  di  bidang  agraria/pertanahan dan  tata ruang.
  5. Menteri    Agraria    dan    Tata    Ruang/Kepala    Badan Pertanahan  Nasional  yang  selanjutnya  disebut  Menteri adalah     menteri     yang     menyelenggarakan     urusan pemerintahan  di  bidang agraria/pertanahan  dan  tata ruang.

BAB II

PELAKSANAAN PENGUASAAN TANAH ULAYAT

KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

Pasal 2

  • Pelaksanaan  Hak Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum Adat    atas    Tanah    di    wilayahnya    sepanjang    pada kenyataannya   masih   ada,   dilakukan   oleh Kesatuan Masyarakat  Hukum  Adat  yang  bersangkutan  menurut ketentuan hukum adat setempat.
  • Hak Ulayat Kesatuan    Masyarakat    Hukum    Adat sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dianggap  masih ada apabila memenuhi  kriteria  tertentu  meliputi  unsur adanya :

a. masyarakat dan lembaga Hukum Adat;

b. wilayah tempat Hak Ulayat berlangsung;

c. hubungan, keterkaitan, dan ketergantungan Kesatuan     Masyarakat   Hukum     Adat     dengan wilayahnya; dan

d. kewenangan  untuk  mengatur  secara  bersama-sama pemanfaatan Tanah di wilayah Kesatuan Masyarakat Hukum    Adat    yang    bersangkutan,    berdasarkan hukum   adat   yang   masih   berlaku dan   ditaati masyarakatnya.

(3) Kesatuan     Masyarakat     Hukum     Adat     sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus memenuhi syarat:

a. secara   nyata   masih   hidup   baik   yang   bersifat teritorial,     genealogis,     maupun     yang     bersifat fungsional;

b. sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan

c. sesuai  dengan  prinsip  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia.

Pasal 3

Penetapan pengakuan dan perlindungan Kesatuan Masyarakat    Hukum    Adat    dilaksanakan    sesuai    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4

Pelaksanaan  Hak Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak berlaku terhadap bidang-bidang tanah yang pada saat ditetapkannya:

  1. sudah  dipunyai  oleh  perseorangan  atau  badan  hukum dengan sesuatu hak atas tanah; atau
  2. yang  sudah  diperoleh  atau  dibebaskan  oleh  instansi pemerintah,  badan  hukum  atau  perseorangan  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III

PENATAUSAHAAN TANAH

ULAYAT

KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

Pasal 5

  • Untuk     menjamin     kepastian     hukum,     Pemerintah menyelenggarakan penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat  di  seluruh  wilayah Republik Indonesia.
  • Penatausahaan   Tanah Ulayat Kesatuan   Masyarakat Hukum   Adat   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1) dilakukan    berdasarkan    penetapan    pengakuan    dan perlindungan    Kesatuan    Masyarakat    Hukum    Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
  • Permohonan   penatausahaan   Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.
  • Penatausahaan   Tanah Ulayat Kesatuan   Masyarakat Hukum Adat, meliputi:

a. pengukuran;

          b. pemetaan; dan

          c. pencatatan dalam daftar tanah.

Pasal 6

(1) Pengukuran  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  5  ayat (4)  huruf a  dilaksanakan  terhadap batas-batas  bidang Tanah Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat  yang telah ditetapkan.

(2) Setelah  dilakukan  pengukuran  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (1) dilakukan  pemetaan  atas  bidang  Tanah Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat  dalam  peta pendaftaran tanah.

  • Pengukuran  dan  pemetaan  dilaksanakan  sesuai  dengan

kaidah pengukuran dan pemetaan bidang tanah.

  • Bidang  Tanah Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat diberikan   Nomor   Identifikasi   Bidang   Tanah   dengan satuan wilayah Kabupaten/Kota.
  • Tanah Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat  dicatat dalam daftar tanah.

BAB IV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 7

  • Hak atas Tanah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang telah  diterbitkan  sebelum berlakunya  Peraturan  Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku.
  • Tanah  Ulayat  Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat  yang telah ditetapkan, diajukan penatausahaan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 8

Pada saat Peraturan  Menteri  ini  mulai  berlaku,  Peraturan Menteri  Agraria  dan  Tata  Ruang/Kepala  Badan  Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak   Komunal   atas   Tanah   Masyarakat   Hukum   Adat   dan Masyarakat  yang  Berada  dalam  Kawasan  Tertentu  (Berita Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2016  Nomor  568),  dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 9

Peraturan    Menteri    ini    mulai    berlaku    pada    tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan  Peraturan  Menteri  ini  dengan  penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal

20 Agustus 2019

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SOFYAN A. DJALIL

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

2 Oktober 2019

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *