Tampak Jerry Tobing dan Robenton Hutapea serta humas TPL lainnya tak serius tanggapi aksi demo yang tak bervitamin.(ft/btc)
Beritatoba.com – Toba – Aksi demo yang dilakukan James Trafo Sitorus dan Edysanto Panjaitan serta para kroninya di pabrik PT Toba Pulp Lestari (TPL) beberapa waktu menuai tanggapan miring dari masyarakat Kabupaten Toba, Sumut, khususnya masyarakat Kecamatan Parmaksian dan Kecamatan Porsea.
Aksi demo soal paradigma baru TPL yang mereka teriakkan bersama segelintir masyarakat sekitar pabrik TPL itu dinilai sebagian besar masyarakat Kabupaten Toba sebagai teriakan yang sudah ‘basi’ alias ketinggalan zaman. Bagaimana tidak? Paradigma baru TPL sudah berlangsung selama dua dekade. Selama dua dekade itu pula sudah terjadi perubahan nyata yang telah dilakukan oleh manajemen PT TPL, termasuk soal komitmen jangka panjang TPL untuk terus melakukan perbaikan menuju “zero smell” (mengurangi aroma bau secara signifikan).
Seperti diutarakan Wakil Direktur Utama PT TPL, Jandres Silalahi, beberapa waktu lalu kepada beritatoba.com menyebut digester atau cooking plant yang diperbarui berukuran 75 x 33 meter dan menerapkan teknologi terkini. Projek pembangunannya akan memproses serpihan 100% serat kayu eucalyptus (bahan baku pulp) dari perkebunan HTI yang telah dikelola secara berkelanjutan selama ini.
Sistem baru ini menggunakan teknologi cold blow dan non-condensable gas, sehingga bau yang dihasilkan dalam proses pemasakan serpih kayu dapat berkurang secara signifikan menuju zero smell.
Selain itu dalam pelaksanaan izinnya, TPL konsisten memperhatikan aspek sosial dan ekonomi masyarakat dalam area operasional perusahaan.
“Tampaknya si James Trafo dan Edysanto itu sudah kehabisan akal sehingga yang mereka tau hanya soal isu paradigma baru TPL saja. Kemudian mereka pun selalu saja berteriak tanpa bukti dan fakta, ketika mereka mengatakan TPL menghianati paradigma baru. Tunjukkanlah bukti-buktinya, barulah kita teriak”, tegas Rudi Siahaan warga Kecamatan Balige.
Sementara itu warga Kecamatan Porsea, Parsaoran Napitupulu, secara tegas pula mengatakan bahwa James Trafo dan Edysanto itu tampaknya mulai kelaparan sehingga terpaksa harus melakukan teriakan-teriakan dan bualan-bualan yang mendiskreditkan TPL. Namun mereka tidak sadar dan bahkan mungkin tidak memiliki syaraf malu, ketika masyarakat sudah sangat tahu dan mengerti seperti apa maksud dan tujuan mereka melakukan demo ke TPL. “Membawa segelintir masyarakat untuk berdemo itu pekerjaan mudah, dan kemudian tiba waktunya memenggal leher masyarakat itu sendiri saat kepentingan dan tujuannya tercapai. Ini sangat memalukan”, ungkapnya.
Warga Kecamatan Parmaksian, Parulian Manurung, juga menilai bahwa James Trafo dan Edysanto itu adalah figur murahan yang selalu berteriak demi kepentingan pribadinya dengan mengorbankan masyarakat. “Mungkin saja disatu sisi segelintir masyarakat yang mereka bawa untuk berdemo itu tidak mengerti seperti apa tujuan mereka. Dan tampaknya masyarakat itu hanya berharap dapat imbalan seperak dua perak atas keikutsertaannya dalam aksi demo tersebut”, katanya(Tob1)