Espon Simanjuntak SH MM
Beritatoba.com – Toba – Mantan Camat Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Espon Simanjuntak SH MM, angkat bicara soal Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang menjadi kontroversial dalam beberapa bulan terakhir ini menyebabkan terganggunya stabilitas daerah, khususnya di Kabupaten Toba dan Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumut.
Di beberapa desa yang diusulkan oleh KSPPM dan AMAN untuk membentuk MHA kepada pemerintah pusat itu menimbulkan kontroversi ditengah masyarakat pedesaan. Pasalnya, hampir seluruh masyarakat desa sudah memiliki tanahnya masing-masing dan bahkan sudah bersertifikat. Selain itu hukum adat juga sudah lama ditinggalkan masyarakat pedesaan karena sudah mengacu kepada hukum yang berlaku di republik ini.
Menanggapi soal MHA ini, mantan Camat Borbor sejak 2002-2006, Espon Simanjuntak SH MM, kepada beritatoba.com bertempat di Yoyo Cafe, Selasa (2/11/2021), mengatakan sejak puluhan tahun silam di Kecamatan Borbor, apalagi di Desa Natumingka, sudah tidak ada lagi yang namanya tanah adat dan hukum adat. “Saya pastikan itu, yang ada hanya tanah ulayat. Saya tahu persis seperti apa kehidupan di Kecamatan Borbor selama puluhan tahun ini. Karena ketika menjadi camat di sana, delapan puluh persen saya berada diluar kantor untuk mendengar keluhan dan melihat secara langsung perkembangan masyarakat saya”, katanya.
Camat pertama di Kecamatan Borbor ini mengaku bahwa dirinya juga keturunan Ompung Punduraham Simanjuntak. Bahkan kakek dari bapaknya ketika itu adalah Kepala Negeri Lintong, yang termasuk didalamnya Kecamatan Borbor sekitarnya. Espon Simanjuntak juga dikenal dari keturunan Ompung Sipitupitu, dan ketika menjadi Camat Borbor selalu menjadi Panamboli (pimpinan adat, red), baik itu acara adat istiadat perkawinan, adat kematian dan acara adat lainnya. “Kenapa saya menjadi panamboli…? Karena dari ketujuh ompung (kakek, red) kami itu, saya keturunan ompung tertua. Jadi saya tahu persis seperti apa perkembangan adat istiadat di Borbor”, tegas Espon yang juga dikenal mantan Kadishub Toba ini.
Ditegaskannya pula bahwa sejak dirinya menjadi Camat pertama di Kecamatan Borbor pada 2002, tidak pernah ada keributan di Kecamatan Borbor, apalagi seperti bentrokan yang terjadi di Desa Natumingka yang kaitannya dengan PT Toba Pulp Lestari,Tbk. “Sejak puluhan tahun tidak pernah ada ribut disana. Kenapa setelah kehadiran AMAN kok jadi ribut. Ada apa ini…?”, ujarnya.
Sejak keributan itu, Espon mengaku bahwa dirinya banyak dihubungi anak perantau asal Kecamatan Borbor yang berpesan agar menjaga stabilitas keamanan, kerukunan dan perdamaian Kecamatan Borbor. “Saya punya tanggungjawab moral menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat di seluruh pedesaan se Kecamatan Borbor”, imbuhnya.
Sesuai hasil pantauannya beberapa bulan terakhir ini di Desa Natumingka menunjukkan sebanyak hampir 70 puluh persen masyarakat Natumingka sudah mandiri atau tidak bergabung lagi dengan AMAN, termasuk kepala desanya.
Disampaikannya pula bahwa sejak menjadi Camat Borbor hingga saat ini, ia melihat kehidupan masyarakat desa di sekitar perkebunan PT TPL semakin berkembang dan sejahtera karena 80 persen masyarakat Desa Natumingka dan masyarakat desa lainnya selama puluhan tahun sudah bekerja di TPL. Seperti kerjasama Perkebunan Kayu Rakyat (PKR), sebagai pekerja harian dan juga sebagai karyawan dan mitra usaha PT TPL. Hasil kerjasama PKR masyarakat Desa Lintong dengan TPL di Kecamatan Borbor pernah panen sebesar Rp 1,5 Milyar dengan 150 hektar. “Ini jelas karena saya dulu camatnya, dan saya tahu persis masyarakat pernah panen 1,5 Milyar rupiah. Jadi untuk apa lagi ribut-ribut lsm itu”, tegasnya.
Hasil pantauan beritatoba.com di Kecamatan Borbor, khususnya di Desa Natumingka, berkembang rumor bahwa pengurus AMAN di desa itu, Natal Simanjuntak, sudah pecah dengan pengurus AMAN kabupaten, Roganda Simanjuntak. Rumor yang berkembang menyebutkan perpecahan terjadi karena masalah pendanaan.(R1)