Beritatoba.com – Pemerintah Prancis meluncurkan inspeksi puluhanmasjid dan musala yang dicurigai terkait dengan ekstremisme.

Menteri Dalam Negeri Gérald Darmanin yang mengumumkan langkah itu mengatakan sejumlah masjid akan ditutup bila ditemukan mendorong separatisme. Operasi itu dilakukan satu minggu sebelum pengumuman undang-undang baru untuk memerangi ekstremisme, yang diambil sebagai repons serangan kelompok yang disebut separatis Islamis, termasuk pemenggalan guru Samuel Paty.

Dalam pengumuman kepada para kepala daerah, seperti dilaporkan media Prancis, Darmanin mengatakan akan ada pengawasan khusus untuk 76 masjid dan musala, 16 di antara di Paris dan sekitarnya.

Ia memerintahkan “langkah segera” menyangkut 18 tempat ibadah, dengan pemeriksaan pertama dilakukan pada Kamis (03/12).

Dalam cuitannya, ia menyebut langkah itu masif dan tindakan yang belum pernah terjadinya sebelumnya untuk memerangi separatisme. Pihak pengawas akan memeriksa apakah keuangan, kaitan para imam dan kemungkinan adanya sekolah pengajian untuk anak-anak, lapor kantor berita Reuters.

Wartawan BBC Hugh Schofield di Paris mengatakan wewenang Darmanin ternoda atas sengketa terkait pelanggaran yang dilakukan polisi soal kasus pemukulan seorang pria kulit hitam.Ditirik dari jumlah 76 masjid dan musala yang akan diperiksa itu, hanya sebagian kecil dari sekitar 2.600 tempat ibadah di seluruh Prancis. “Kami jauh dari kondisi penyebaran luas radikalisasi di antara Muslim di Prancis. Hampir semua Muslim di Prancis menghargai undang-undang republik dan merasa terluka atas itu (radikalisasi)”, katanya.

Sebelumnya, Presiden Emmanuel Macron mengumumkan sejumlah langkah menyusul serangan oleh kelompok ekstremis, termasuk pemenggalan guru Samuel Paty yang menunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada para muridnya.

Langkah ini termasuk rancangan undang-undang baru untuk mencegah apa yang disebut separatisme Islam dan mengurangi pengaruh asing terhadap Muslim Prancis.

Pendaftaran dan akreditasi untuk para imam

Dewan Muslim Prancis akan bertemu Presiden Macron pekan ini untuk mengumumkan pasal baru dalam Piagam menyangkut nilai-nilai republik bagi para imam, yang harus mereka tandatangani.

Dewan Muslim, (CFCM), yang mewakili sembilan asosiasi Muslim, dilaporkan diminta untuk mencantumkan pasal pengakuan nilai-nilai republik, menolak Islam sebagai gerakan politik dan melarang pengaruh asing.

Imam Chalghoumi memimpin doa untuk guru yang dipenggal Samuel Paty.(EPA)

“Kami tidak setuju dengan semua hal di Piagam ini dan apa yang akan ditambahkan,” kata Chems-Eddine Hafiz, wakil presiden CFCM dan pemimpin masjib besar Paris. Namun ia mengatakan, “Kita semua berada dalam titik balik Islam di Prancis dan kami sebagai Muslim menghadapi tanggung jawab untuk itu”.

Rencananya adalah CFCM akan membentuk pendaftaran untuk para imam di Prancis, masing-masing akan menandatangani Piagam, sebelum mendapatkan akreditasi.Oktober lalu, Presiden Macron mengatakan akan melakukan penekanan besar terhadap otoritas Muslim. Namun hal ini sulit diterapkan di negara yang menjunjung sekularisme.

Macron mencoba menghentikan penyebaran politik Islam, tanpa dilihat campur tangan atas praktik agama atau menyasar satu agama tertentu.

Integrasi semua kelompok Muslim dalam masyarakat Prancis menjadi isu politik dalam tahun-tahun terakhir ini. Prancis memiliki sekitar lima juta penduduk Muslim, terbesar di Eropa.

Olivier Roy, pakar Islam Prancis, mengatakan Piagam itu memiliki dua masalah. Pertama adalah diskriminasi karena hanya menyasar ulama Muslim dan yang kedua adalah hak kebebasan agama. “Anda diwajibkan untuk menerima undang-undang negara, tapi Anda tidak diharuskan untuk mengikuti nilai-nilai itu. Anda tidak boleh mendiskriminasi LGBT misalnya, namun Gereja Katolik tidak diwajibkan untuk menerima perkawinan sejenis”, kata Roy.

Oktober lalu, Masjid Besar Pantin, di luar kota Paris, diperintahkan tutup.(AFP)

Perancang busana Iman Mestaoui sering menerima cercaan dari apa yang dia sebut kelompok pembenci Islamis garis keras yang menyebut merek jilbabnya tidak cukup menutupi rambut perempuan.

Namun, ia mengatakan langkah untuk meminta para imam mendatangani nilai-nilai Prancis adalah masalah pada saat Muslim sudah tidak dianggap sebagai warga Prancis sepenuhnya. “Langkah itu membuat kami seperti berada di tempat asing karena kami seperti harus berlangganan nila-nilai republik untuk merasa menjadi orang Prancis, namun mereka tidak merasakan hal yang sama,” katanya.

“Kami rasa, apapun yang kami lakukan, seperti membayar pajak dan melakukan pelayanan terhadap negara, tidak akan cukup. Anda seperti harus menunjukkan benar-benar Prancis, seperti Anda harus makan daging babi, minum minuman keras, tidak pakai jilbab dan pakai rok mini. Aneh sekali,” tambah desainer perempuan ini.

‘Bom waktu ekstremis’

Namun Hassen Chalghoumi, imam masjid Drancy, di luar Paris, mengatakan setelah bertahun-tahun serangan teroris, pemerintah terpaksa bertindak.

Chalghoumi kini bersembunyi menyusul serangkaian ancaman mati karena pandangannya yang reformis. “Kami harus berusaha lebih keras lagi untuk menunjukkan bahwa kami terintegrasi dan kami menghargai hukum. Inilah imbalan yang harus kami bayar karena tindakan ekstremis”, katanya.

Di luar masjid besar Paris, Charki Dennai, datang untuk salat dengan menggelar sajadah dan Quran yang ia bawa. “Anak-anak muda ekstremis ini seperti bom waktu,” katanya. “Saya rasa para imam agak terlalu baik terhadap mereka. Kami bisa menghargai hukum Prancis dan juga Islam. Itulah yang saya lakukan,” katanya.

Namun ada pertanyaan terkait sejauh mana pengaruh para imam di antara anak-anak muda Muslim, khususnya mereka yang terpengaruh kekerasan ekstremis.

“Itu tak akan jalan. Karena, teroris bukan berasal dari masjid-masjid Salafi. Bila Anda lihat biografi teroris, tak ada dari mereka yang merupakan produk ajaran-ajaran Salafi”, kata Olivier Roh.

Salafisme adalah gerakan garis keras ultra-konservatif yang diidentikkan dengan politik Islam.

Menangani anak-anak muda yang terpinggirkan    

Piagam nilai-nilai republik adalah bagian dari strategi pemerintah menekan pengaruh asing, mencegah kekerasan dan ancaman dari ekstremis dan menarik kembali anak-anak muda yang merasa dilupakan negara.

Macron mengusulkan lebih banyak lagi pengajaran bahasa Arab di sekolah-sekolah negeri dan lebih banyak investasi di daerah-daerah tertinggal. Ia menekankan, sasarannya adalah kelompok yang menolak nilai dan undang-undang Prancis, bukan Muslim secara keseluruhan.

Hakim El-Karoui adalah pakar gerakan Islamis Prancis di Institut Montaigne yang secara rutin memberikan saran kepada pemerintah.

“Saya pendukung strategi itu. Komprehensif, menyangkut budaya dan juga menyangkut organisasi dan pendanaan”, kata El-Karoui.

Namun ia mengatakan, Muslim sendiri harus diikutkan oleh pemerintah dalam proyek seperti ini karena mereka dapat menyebarkan nilai-nilai Islam seperti ini melalui jaringan sosial media, sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh pemerintah.

Dan tanpa meraih “Muslim akar rumput”, kata Olivier Roy, piagam baru itu sulit diterapkan.

“Bagaimana kalau komunitas Muslim memutuskan untuk mengabaikan Dewan Muslim dan memilih imam mereka sendiri,” kata Roy.

“Apa yang akan dilakukan oleh pemerintah? Mengubah konstitusi dan menghentikan konsep kebebasan beragama (atau) pemerintah tidak dapat memanfaatkan para imam yang mendapat sertifikasi untuk komunitas Muslim?”.

Di satu Paris studio, perancang Iman Mestaoui yang tengah membuat foto-foto untuk katalog barunya, mengatakan ia meminta seluruh anggota keluarganya memilih Presiden Macron pada 2017.

Sejak itu, ia melihat adanya “pergeseran besar” ke arah kanan dalam isu seperti imigrasi dan keamanan.

“Saya dulu pro-Macron,” katanya. “Dia adalah harapan komunitas kami, namun sekarang kami merasa, kami dibiarkan.”

Protes terkait undang-undang menyangkut jilbab.(AFP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *