Pengerahan massa oleh pihak tergugat.
Beritatoba.com – Medan – Sidang perkara gugatan Repol Pasaribu terhadap Keputusan Bupati Tapanuli Utara (Taput), Sumut, Nomor 07 Tahun 2022 Tentang Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Nagasaribu Siharbangan Desa Pohan Jae Kecamatan Siborong Borong Kabupaten Tapanuli Utara tanggal 11 Januari 2022, kembali digelar dengan agenda persidangan pemeriksaan saksi-saksi Tergugat.
Perkara Gugatan No. 101/G/PTUN/2023 ini menghadirkan sebagai saksi yaitu Kepala Desa Pohan Jae, Demas Simanjuntak dan J Simanjuntak selaku Ketua Lembaga Adat serta warga luar Delima Silalahi yang dikenal sebagai Direktur KSPPM.
Penasehat hukum penggugat, Binaris Situmorang SH, kepada beritatoba.com mengutarakan beberapa poin sebagai fakta yang terungkap dalam persidangan antara lain menurut penjelasan atau keterangan Kepala Desa Pohan Jae bahwa pada saat proses pembentukan Masyarakat Hukum Adat, dan Penerbitan SK Bupati terkat Masyarakat Hukum Adat di Desa Pohan Jae, dirinya belum menjabat sebagai Kepala Desa.
Saksi mengaku pengangkatan saksi sebagai Kepala Desa, baru pada Tahun 2022, sehingga tidak mengetahui secara persis dan detail terkait proses pembentukan maupun proses pengumunan SK terhadap warga di Desa tersebut. Bahwa semenjak saksi Demas Simanjuntak sebagai Kepala Desa, tidak ada melihat SK diumumkan pada papan pengumuman di Kantor Kepala Desa.
Sementara itu pengakuan dan penjelasan saksi Ketua Lembaga Adat bahwa dirinya baru mendapat SK sebagai Pemangku/Ketua Lembaga Adat, baru pada Tahun 2023, setelah terbit SK Bupati pada tahun 2022. Sedangkan sebelumnya, jabatan ketua lembaga adat dipimpin oleh seorang Plt atau pelaksana tugas. Bahwa saksi tidak mengetahui apakah Penjabat Plt, memiliki SK tersendiri, atau memiliki struktur organisasi atau tidak.
Bahwa menurut keterangan saksi Ketua Lembaga Adat bahwa setidaknya terdapat lebih 50% warga setuju dengan pembentukan atau SK Bupati terkait Masyarakat Hukum Adat.
Kemudian dalam persidangan itu pihak Kabag Hukum Pemkab Taput dalam persidangan itu menyatakan bahwa Penerbitan Sertifikat Hak Milik dipebolehkan dalam Wilayah Masyarakat Hukum Adat. “Menurut hemat saya, adalah suatu hal yang janggal dan kontra produktif. Karena Wilayah Masyarakat Hukum Adat itu merupakan Hak Komunal. Tidak dikenal peralihan atas hak dengan ganti rugi yang bersifat kepemilikan individual”, kata Binaris Situmorang.
Dalam persidangan PTUN ini tampak Delima Silalahi selaku Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) juga hadir sebagai saksi. Hal ini menjadi atensi kuat bagi masyarakat Desa Pohan Jae, khususnya pihak penggugat.
Jimmy Simanjuntak secara tegas mengatakan bahwa Delima Silalahi ini bukan warga Desa Pohan Jae sehingga sangat tidak layak menjadi saksi dalam perkara tersebut. Kesaksian Delima Silalahi ini membuktikan bahwa memang benar ia yang selama ini menjadi provokator di Desa Pohan Jea yang menyebabkan terjadinya perpecahan ditengah masyarakat. “Ada apa si Delima Silalahi itu jadi saksi, sementara ia bukan warga Desa Pohan Jae. Ini harus menjadi pertimbangan bagi majelis hakim”, kata Jimmy.
Tampaknya dalam persidangan ada pengerahan massa oleh pihak tergugat. Disinyalir kuat Bupati Taput, Nikson Nababan, perintahkan stafnya untuk mengumpulkan massa dan hadir diruang persidangan. Sidang akan kembali digelar satu pekan kemudian dengan agenda Pemeriksaan Ahli.(M1)