Catatan Antoni Marpaung

Beritatoba.com – Taput – Warga Dusun III Nagasaribu Siharbangan, Desa Pohan Jae, Kecamatan Siborongborong, yang melakukan gugatan terhadap Keputusan Bupati Tapanuli Utara Nomor 07 Tahun 2022 Tentang Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Nagasaribu Siharbangan Desa Pohan Jae Kecamatan Siborong Borong Kabupaten Tapanuli Utara tanggal 11 Januari 2022 menimbulkan kontroversial ditengah masyarakat.

Tampaknya Keputusan Bupati Nikson Nababan Nomor 07 Tahun 2022 ini terancam bakal dicabut. Bagaimana tidak, Repol Pasaribu yang melakukan gugatan melalui pengacaranya, Binaris Situmorang, merasa dirugikan atas lahirnya Keputusan Bupati Nomo 07 Tahun 2022 itu karena tanah pribadi yang dimilikinya berada dalam wilayah tanah adat, yang artinya menjadi milik bersama atau komunal. Jelas saja Repol keberatan karena tanah yang baru dibelinya itu menjadi milik bersama.

Demikian pula dengan Morlan Simanjuntak dan Jimmy Simanjuntak yang juga merasa keberatan atas Keputusan Bupati tersebut sehingga harus melayangkan surat klarifikasi dan meminta penjelasan dari Bupati Taput atas keputusannya soal pengakuan dan perlindunagn MHA.

Morlan dan Jimmy katanya berencana akan membuat sertifikat surat tanah milik pribadinya, namun terganjal oleh karena Keputusan Bupati Nikson Nababan Nomor 07 Tahun 2022. Menurut pengakuan Jimmy Simanjuntak kepada media ini beberapa waktu lalu mengutarakan, dalam pertemuan mereka dengan Kabag Hukum Pemkab Taput, Welly Simanjuntak, mengatakan bahwa bagi masyarakat yang memiliki tanah dengan alas hak yang jelas yang memang bisa dibuktikan silang sengketanya, bahwa tanah tersebut adalah milik pribadinya, maka bisa membuat sertifikat tanah milik pribadinya yang berada dalam wilayah tanah adat, sepanjang tanah adat itu berada di lokasi Areal Penggunaan Lain (APL) atau kawasan putih. Namun demikian harus pula diakui, disetujui dan ditandatangani oleh Ketua Masyarakat Hukum Adat (MHA) setempat.

Selain itu masyarakat tidak boleh membuat sertifikat tanah pribadi yang berada dalam tanah adat di kawasan hutan atau kawasan hijau.

Sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Pasal 4 menyebutkan :

Pelaksanaan  Hak Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak berlaku terhadap bidang-bidang tanah yang pada saat ditetapkannya:

  1. sudah  dipunyai  oleh  perseorangan  atau  badan  hukum dengan sesuatu hak atas tanah; atau
  2. yang  sudah  diperoleh  atau  dibebaskan  oleh  instansi pemerintah,  badan  hukum  atau  perseorangan  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam peraturan Menteri Agraria ini tidak ada disebutkan jika mau mengurus sertifikat surat tanah yang berada di wilayah tanah adat dan yang berada di APL harus disetujui atau diakui dan ditandatangani oleh Ketua MHA. Terkait hal ini, Kabag Hukum Pemkab Taput sulit dihubungi ketika akan dikonfirmasi media ini.

Kemudian Kepala Desa Pohan Jae, Demas Simanjuntak, dalam pertemuan rapat mediasi guna menindaklanjuti surat dari PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) Nomor : 406/TPL-P/IV/23 tanggal 14 April 2023 perihal Tindak Lanjut Permohonan Fasilitasi Mediasi antara Perseroan dengan Kelompok Masyarakat Nagasaribu Onan Harbangan di Dusun Nagasaribu, Desa Pohan Jae, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, beberapa waktu lalu mengutarakan hingga saat ini tidaka ada pemetaan tata ruang dimana batas tanah adat, batas pemukiman, batas persawahan dan batas perkebunan sehingga seolah-olah tanah adat itu milik sebagian orang saja. Hal ini juga dikhawatirkan bisa menimbulkan rawan konflik.

Sementara menurut Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 18 Tahun 2019 disebutkan dalam

Pasal 5

  • Untuk     menjamin     kepastian     hukum,     Pemerintah menyelenggarakan penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat  di  seluruh  wilayah Republik Indonesia.
  • Penatausahaan   Tanah Ulayat Kesatuan   Masyarakat Hukum   Adat   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1) dilakukan    berdasarkan    penetapan    pengakuan    dan perlindungan    Kesatuan    Masyarakat    Hukum    Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
  • Permohonan   penatausahaan   Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.
  • Penatausahaan   Tanah Ulayat Kesatuan   Masyarakat Hukum Adat, meliputi:

a. pengukuran;                                                                             

          b. pemetaan; dan                                                                             

          c. pencatatan dalam daftar tanah.

Pasal 6

(1)  Pengukuran  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  5  ayat (4)  huruf a  dilaksanakan  terhadap batas-batas  bidang Tanah Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat  yang telah ditetapkan.

(2) Setelah  dilakukan  pengukuran  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (1) dilakukan  pemetaan  atas  bidang  Tanah Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat  dalam  peta pendaftaran tanah.

(3) Pengukuran  dan  pemetaan  dilaksanakan  sesuai  dengan kaidah pengukuran dan pemetaan bidang tanah.

(4) Bidang Tanah Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat diberikan   Nomor   Identifikasi   Bidang    Tanah   dengan satuan wilayah Kabupaten/Kota.

(5) Tanah Ulayat Kesatuan  Masyarakat  Hukum  Adat  dicatat dalam daftar tanah.

Dalam hal ini sepertinya Keputusan Bupati Nikson Nababan Nomor 07 Tahun 2022 tidak sesuai dengan Permen Agraria Nomor 18 tahun 2019. Seharusnya, sesuai pengakuan Desman Simanjuntak, Bupati Nikson Nababan sejak menerbitkan keputusannya soal pengakuan dan perlindungan MHA sudah serta merta melakukan penatausahaan tanah ulayat atau tanah adat agar tidak menimbulkan konflik ditengah masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *