Jimmi Simanjuntak, mantan anggota KSPPM.
Beritatoba.com – Taput – “KSPPM itu sama saja dengan AMAN yang kerjanya hanya melakukan penipuan terhadap masyarakat dengan iming-iming bagi-bagi sertifikat tanah ulayat. Gerakan mereka dapat dipastikan hanya untuk kepentingan kelompok mereka saja dengan ‘menjual leher’ masyarakat”.
Demikian diutarakan Jimmi Simanjuntak, mantan anggota KSPPM dengan posisi Ketua Komunitas Nagasaribu Onan Harbangan Desa Pohan Jae, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), kepada beritatoba.com, Kamis (10/6/2021). Jimmi mengutarakan dengan lugas kekecewaannya kepada Kelompok Studi Pengembangan dan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), yang menurutnya tidak jauh berbeda berperilaku seperti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), yaitu melakukan provokasi bahkan doktrin kepada masyarakat awam yang bertujuan hanya untuk kepentingan kelompoknya saja.
Jimmi Simanjuntak mengaku telah bergabung dengan KSPPM sejak 2016 lalu, dan menyatakan keluar dari organisasi itu bersama 24 orang temannnya pada akhir 2020 karena rasa kecewa yang mendalam. “Gara-gara mereka (KSPPM,red) sempat mau hancur keluarga saya. Hampir setiap hari saya berkelahi dengan isteri, apalagi ketika mereka hanya janji tinggal janji”, ungkapnya.
Jimmi menceritakan bahwa cara KSPPM sama saja seperti gerakan AMAN dengan memprovokasi masyarakat desa, melakukan penutupan jalan, menciptakan suasana saling mencurigai, mengucilkan masyarakat yang enggan bergabung dengan mereka, mengeluarkan masyarakat dari anggota masyarakat adat jika melawan seperti yang terjadi di desanya. “Saya yakin hal yang sama juga terjadi di Desa Natumingka. Memprovokasi bahkan mendoktrin masyarakat awam, menciptakan keributan dengan dalih memperjuangkan tanah adat atau tanah ulayat, tapi kenyataannya nol”, beber Jimmi seraya menambahkan bahwa dirinya siap berhadapan dengan KSPPM dan AMAN maupun secara hukum.
Untuk itu Jimmi Simanjuntak berharap kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pedesaan se kawasan Danau Toba, agar tidak mudah dipengaruhi oleh KSPPM dan AMAN karena dinilainya hanya akan menciptakan keributan saja. “Lihatlah siapa yang menjadi korban luka-luka. Saya pastikan tidak ada satupun pengurus KSPPM atau AMAN yang terluka. Yang terluka itu adalah masyarakat. Kasihan kita melihatnya”, imbuhnya.
Disampaikannya pula bahwa selama bergabung dengan KSPPM pernah diajak ke Jakarta untuk menemui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam upaya memperjuangkan tanah adat atau tanah ulayat namun hasilnya sangat memalukan. Hal memalukan ini terjadi, masih menurut Jimmi, karena tidak adanya persiapan data dan dokumen dalam proses pengajuan tanah kawasan menjadi tanah ulayat atau tanah adat oleh KSPPM.
“Kalau bapak-bapak membawa surat persetujuan dari kepala desa, camat, bupati, dinas kehutanan provinsi dan gubernur, ini hari juga saya tandatangani dan saya keluarkan menjadi status tanah adat atau tanah ulayat untuk bapak-bapak sekalian”, kata Jimmi menirukan perkataan Menteri LHK RI, Siti Nurbaya, saat itu pada 2018. “Itulah KSPPM, hanya tahu bikin ribut. Tapi proses kepengurusan untuk menjadi tanah adat, nol besar. Capeklah kita, jauh-jauh ke Jakarta gak ada hasil, malah membawa rasa malu pulang ke desa”, ujar Jimmi.
Diakhir wawancara dengan beritatoba.com, Jimmi menghimbau dengan penuh ketulusan agar peristiwa kontroversi Natumingka yang menciptakan bentrokan sehingga adanya korban luka-luka ditengah masyarakat pedesaan, supaya kedepan tidak terjadi lagi. “Kasihan masyarakat, janganlah terulang lagi. Cukuplah peristiwa bentrok Natumingka yang terakhir. Masih banyak yang harus saya ungkapkan tentang perilaku KSPPM, tapi tidak cukup dua hari untuk menceritakannya”, demikian rasa kecewa diutarakan Jimmi Simanjuntak kepada media online ini.
AMAN Terima Dana Segar 699.826 dolar AS Dari CLUA
Bentrokan yang terjadi di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, antara masyarakat Desa Natumingka dengan karyawan PT Toba Pulp Lestari, Tbk beberapa waktu lalu menyebabkan luka-luka dikedua belah pihak. Bentrokan ini sengaja diviralkan oleh kelompok tertentu sehingga menimbulkan riak di tengah masyarakat yang pro kontra.
Namun dibalik bentrokan itu disinyalir kuat ada tujuan utama yang sangat dahsyat yang dilakukan oleh AMAN di Desa Natumingka. Sesuai penelusuran beritatoba.com di berbagai media online dan website di seluruh negeri bahkan dunia internasional, ada pengharapan dibalik penciptaan bentrokan Natumingka.
Di Indonesia ada beberapa LSM lingkungan yang mendapatkan dana bantuan dari masyarakat internasional seperti CLUA (Climate and Lane Use Alliance) yang berkedudukan di San Fransisco, California, AS. Salah satu LSM yang memperoleh dana segar tersebut adalah AMAN.
Sebagaimana dilansir dari Potretnews.com, AMAN memperoleh dana hibah dari CLUA sebesar 699.826 dolar AS. Diduga kuat sejak 2020 hingga saat ini tahun 2021, AMAN mungkin belum menerima bantuan dana segar dari CLUA sehingga harus melakukan gerakan atau kegiatan yang bisa menarik perhatian dan simpati dari CLUA atau lembaga penyumbang dana untuk lingkungan lainnya.
Namun gerakan atau kegiatan yang dilakukan oleh AMAN, hendaknya tidak menimbulkan kericuhan apalagi bentrokan ditengah-tengah masyarakat, yang notabene hanya mengharapkan dapat bantuan dana dari negeri seberang.
Ironisnya, salah satu penyumbang terbesar ke organisasi CLUA adalah Margaret A Cargill yang dikenal sebagai konglomerat bidang pertanian di negeri Paman Sam, dan kabarnya menjadi salah satu pemilik lahan sawit terbesar di Indonesia. Jika benar, pertanyaannya, apakah lahan sawit Cargill di Indonesia bersentuhan langsung dengan tanah adat atau tanah ulayat…? Jika ya, maka AMAN pun diharapkan harus bertindak serius menelusuri status tanah atau lahan sawit milik keluarga Cargill di Indonesia tersebut. Hal ini guna menunjukkan kemurnian suara mereka.(R1)