Areal lokasi Kelompok Tani Saroha.

Beritatoba.com – Tapsel – “Delima Silalahi selaku Direktur Eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) jangan asal bicara soal deforestrasi hutan di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) saat berkunjung ke Dusun Aek Latong, Desa Marsada, Kecamatan Sipirok”.

Demikian diutarakan Ketua Kelompok Tani Saroha, Feri Siregar, saat dikonfirmasi beritatoba.com, Sabtu (3/6/2023), terkait adanya statement Delima Silalahi yang seenak jidatnya mengatasnamakan pejuang tanah adat yang diberitakan disalah satu media online terkait adanya penanaman pohon eucalyptus di areal yang dikelola kelompok tani Saroha bekerjasama dengan PT Toba Pulp Lestari yang terletak di Dusun Aek Latong Desa Marsada, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan.

Feri Siregar mengutarakan kegeramannya setelah mengetahui  hasil crosscheck lapangan diposisi penanaman eucalyptus, baik dari titik awal sampai posisi titik paling ujung, ternyata lokasi tersebut merupakan Areal Penggunaan Lain (APL) atau dalam artian bukan kawasan hutan. “Jangan seenaknya si Delima itu bicara mengatakan areal yang kami kelola masuk kawasan hutan”, tegasnya.

Dijelaskannya pula bahwa lokasi yang mereka kerjasamakan dengan pihak TPL melalui program PKR (Perkebunan Kayu Rakyat) merupakan lahan yang merupakan milik tanah ulayat Siregar Bagas Godang, dan dari dulu tidak pernah masuk kawasan hutan Negara karena sudah dibuktikan oleh pihak Dinas Kehutanan Sumatera Utara melalui tim verifikasi dari UPT KPH VI Sipirok.

“Lokasi yang kami kerjasamakan juga adalah lahan yang sebelumnya potensi kayunya sudah kami ambil melalui ijin dari kementrian karena bukan kawasan hutan. Jadi jangan ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa lokasi yang kami kerjasamakan adalah kawasan hutan apalagi sampai disebut bagian dari kawasan hutan suaka alam”, katanya.

Masyarakat yang terlibat budidaya eucalyptus milik PT Toba Pulp Lestari merupakan anggota Kelompok Tani Saroha. “Ini program Kelompok Tani Saroha untuk anggota. Program ini untuk memanfaatkan lahan tidur yang dimiliki kelompok tani berdasarkan penetapan Dinas Kehutanan Tapanuli Selatan”, imbuhnya.

Sementara itu Ketua NGO Sumatera Forest, Rinaldi Hutajulu, yang turun langsung kelapangan ke Desa Marsada atas permintaan pengurus Kelompok Tani Saroha secara bersama melakukan cross chek lapangan dan pengambilan kordinat lokasi pembukaan lahan dan penanaman eucalyptus menggunakan GPS yang akan diplotkan ke peta kawasan hutan Sumatera Utara SK 6609 Tahun 2022 yang berlaku saat ini.

Rinaldi Hutajulu (kanan) bersama timnya survey lokasi APL di Desa Marsada.

Rinaldi Hutajulu mengatakan dari data lapangan yang mereka temukan bahwa lokasi yang dijadikan areal kerja sama PKR antara Kelompok Tani Saroha dan PT. Toba Pulp Lestari, yang disangkakan Delima Silalahi masuk kawasan hutan Batang Toru, disimpulkan bahwa lokasi penanaman tersebut murni masih di Areal Penggunaan Lain (APL) dan masih ditemukan jarak antara lokasi penanaman dengan kawasan hutan produksi sekitar 20 – 40 meter, apalagi kalau dengan kawasan hutan suaka alam yang paling dekat sekitar 250 meter.

Batas pembukaan dan penanaman eucalyptus sekitar  LU 1°38’6.24″ LS 99°13’24.34″ sementara titik awal masih berada di sekitar belakang pemukiman penduduk sekitar LU  1°37’36.11″ LS 99°13’46.61″.  “Jadi dari sini dapat saya simpulkan lokasi yang dijadikan kerjasama dengan pihak PT Toba Pulp Lestari melalui program PKR merupakan lahan murni bukan kawasan hutan, baik hutan produksi apalagi kawasan hutan suaka alam yang katanya lokasi penangkaran orang utan Tapanuli, seperti yang diberitakan disalah satu media online. Bahkan disekitar lokasi juga kita temukan komplek milik Dinas Pertanian Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan yang lahannya juga merupakan hibah dari pihak pemilik tanah ulayat Siregar Bagas Godang sekitar 30 hektar”, ujar Rinaldi.

Lokasi PKR Desa Marsada.

Seperti dikatakan Feri Siregar bahwa Delima Silalahi asal bicara soal deforestrasi hutan, dan bahkan dimungkinkan tidak mengerti arti luas dari suku kata deforestrasi. Delima Silalahi jangan seenaknya menuduh TPL sebagai perusahaan yang merusak hutan dan sedang berusaha menghancurkan habitat Orangutan Tapanuli. Seharusnya Delima Silalahi membawa tim yang bisa membuktikan jika areal yang dikelola oleh Kelompok Tani Saroha bekerjasama dengan TPL itu masuk kawasan hutan, seperti yang dilakukan oleh Rinaldi Hutajulu.

Selain itu Delima Silalahi seharusnya berupaya menyelesaikan masalah, dan bukan malah menciptakan masalah. Disitu ada TPL, disitu pulalah Delima Silalahi mencoba hadir menebar isu lingkungan dan tanah adat, yang kemudian terjadi perpecahan ditengah masyarakat penyebab instabilitas sebuah daerah.

Saat ini Delima Silalahi dan kroninya sedang berusaha memprovokasi masyarakat Desa Marsada, dan untuk itu Feri Siregar menghimbau agar Pemkab Tapsel dan Polres Tapsel segera bertindak dengan melakukan upaya preventif bagi Delima Silalahi dan kroni-kroninya guna mencegah terjadinya perpecahan dan bentrokan ditengah masyarakat Kabupaten Tapsel seperti yang terjadi di Kabupaten Toba, Taput, Humbang Hasundutan dan Kabupaten Simalungun. “Ngapain pula si Delima Silalahi antek asing itu datang ke desa kami”, kata Feri. (TS1)  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *