
Bekerjalah sebagai pimpinan dan Ephorus HKBP dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya.
Beritatoba.com – Toba – Berbagai opini berkembang ketika salah seorang pimpinan gereja terbesar di republik ini mengutarakan pernyataannya atas keberadaan PT Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) di bumi Kabupaten Toba.
Baru kali ini, setelah lima dekade, seorang Ephorus HKBP mengintervensi keberadaan TPL sebagaimana diutarakannya dalam akun facebooknya beberapa waktu lalu. Sementara seperti diketahui PT TPL selalu berupaya setiap tahunnya melakukan yang terbaik untuk rakyat Tapanuli dalam upaya peningkatan perkenomian. Dan itu telah dirasakan oleh ribuan masyarakat Tapanuli sekawasan Danau Toba, khususnya masyarakat Kabupaten Toba.
Diakun facebook Ephorus HKBP, Victor Tinambunan, menyampaikan bentuk keprihatinan dan tanggungjawab moral sebagai bagian dari masyarakat di Tano Batak dan Pimpinan Gereja HKBP.
Dalam hal ini, seperti diutarakan Parmongan Manurung, warga Kecamatan Parmaksian, tidak ada yang perlu diprihatinkan oleh Ephorus HKBP, apalagi soal tanggungjawab moral. Tanyakan saja kepada sebelas ribuan buruh dan mitra kerja TPL, seperti apa kehidupan mereka sejak berdirinya pabrik TPL di Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba.
Tidak hanya kepada buruh dan mitra kerjanya TPL, tapi supaya Ephorus HKBP menanyakan secara langsung kepada masyarakat Kecamatan Parmaksian dan masyaratakat Toba seperti apa perkembangan kehidupan ekonomi masyarakat setempat disana, ditambah lagi sudah seperti apa perkembangan gereja HKBP Pangombusan di Kecamatan Parmaksian, dan di kecamatan lainnya seluruh Kabupaten Toba.
Victor Tinambunan juga mengatakan “saya secara pribadi, dan kemungkinan besar mayoritas masyarakat di Tanah Batak, tidak mengenal secara langsung siapa sesungguhnya pemilik maupun pimpinan utama PT TPL. Ini merupakan suatu ironi yang mencolok, sebuah perusahaan berskala besar yang telah beroperasi selama puluhan tahun di atas tanah leluhur kami, tetapi relasi sosial dan komunikasi dasarnya dengan masyarakat sekitar tetap asing dan tidak terbangun. Dalam konteks etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan, serta norma adat yang kami hidupi, absennya relasi ini merupakan sebuah kegagalan struktural serta bentuk pengabaian etika hidup bersama di masyarakat.
Dalam pernyataan Pdt Victor Tinambunan diatas ini, pengamat sosial ekonomi Kabupaten Toba, Dame Panjaitan SE, mengatakan mungkin saja secara pribadi Ephorus HKBP dan masyarakat Toba tidak mengenal siapa pemilik PT TPL, karena Sukanto Tanoto adalah sosok manusia super sibuk, dan tak mungkin menjumpai kalian satu persatu. Tapi yang jelas, jangankan masyarakat Toba, seluruh masyarakat Sumut bahkan masyarakat Indonesia, pasti mengenal siapa Sukanto Tanoto.
Disamping itu ketika Ephorus HKBP bicara soal relasi sosial dan komunikasi tidak terbangun serta pengabaian etika hidup, ini menunjukkan bahwa Pdt Victor Tinambunan sama sekali tidak tahu dan buta atau mungkin sudah terprovokasi dua ‘LSM Hitam’ sehingga tercipta pemikiran yang dangkal.
Menurut Panjaitan, seharusnya Pdt Victor Tinambunan turun ke masyarakat dan lebih jeli melihat seperti apa kehidupan masyarakat luas setelah berdirinya pabrik TPL. Kemudian tidak harus langsung berjumpa dengan Sukanto Tanoto, karena sangat banyak orang Batak yang bekerja dan menjadi pemimpin di TPL seperti Wadirut Jandres Silalahi, dan Direktur Monang Simatupang, termasik Jerry Tobing, Salomo Sihotang dan masih banyak lagi lainnya.
“Nah, kalau ingin tahu seperti apa itu TPL dan berapa banyak buruhnya serta apa saja kegiatan sosial yang telah dan akan dilakukan oleh TPL, silahkan saja Ephorus HKPB langsung berkunjung ke pabrik TPL untuk melihat dan mendengar secara langsung dari orang-orang Batak yang menjadi pimpinan vital disana seperti apa TPL itu. Jangan mendengar sepihak dari dua LSM Hitam tak tahu malu itu”, katanya.
Kemudian dalam pernyataannya Ehporus HKBP bilang begini ; “Berdasarkan pemberitaan media dan berbagai laporan publik, kami mengetahui bahwa PT TPL telah memperoleh keuntungan finansial yang sangat besar, bernilai triliunan rupiah dari pemanfaatan sumber daya alam di wilayah Tano Batak. Ironisnya, akumulasi kapital tersebut tidak tampak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi dan pendapatan masyarakat lokal. Ketimpangan ini menjadi cermin ketidakadilan distribusi manfaat ekonomi, dan menunjukkan adanya relasi yang eksploitatif.”
Dalam pernyataannya ini, Dame Panjaitan secara tegas mengatakan sudah lebih baik kalau Pdt Victor Tinambunan menyampaikan keluhannya ini kepada pemerintah pusat, jangan berdasarkan pemberitaan media dan berbagai laporan publik. “Masak sekelas Ephorus kok berdasar media dan laporan publik. Langsunglah ke pemerintah pusat supaya tidak mengambang situasinya”, ujar Dame.
Tapi, masih menurut Dame, coba tanya ke KSPPM dan Sekjen AMAN, Rukka Sumbolinggi, berapa puluh ribu hektar luas lahan sawit Margaret Cargill di Sumsel dan Kalimantan. Pernahkah mereka tanya ke Cargill dampak lingkungan dan manfaat ekonominya bagi masyarakat sekitar? Dan Ephorus HKBP tanya juga berapa milyar dana yang dihibahkan keluarga Cargill, Konglo California bidang pertanian, kepada AMAN…?
Selanjutnya Pdt Victor Tinambunan mengatakan, “Fakta yang paling menyakitkan adalah bahwa keberadaan PT TPL telah memicu berbagai bentuk krisis sosial dan ekologis: mulai dari rusaknya alam dan keseimbangan ekosistem, rentetan bencana ekologis (banjir bandang, tanah longsor, pencemaran air, tanah, dan udara, perubahan iklim), jatuhnya korban jiwa dan luka, hilangnya lahan pertanian produktif, rusaknya relasi sosial antarwarga, hingga akumulasi kemarahan yang tidak mendapat saluran demokratis karena ketakutan dan represi. Ini bukan sekadar dampak insidental, tetapi sebuah jejak panjang dari konflik struktural yang tidak kunjung diselesaikan secara bermartabat.
Dalam hal ini coba Ephorus HKBP, Pdt Victor Tinambunan, memberikan bukti-bukti kalau memang TPL yang menjadi penyebab terjadinya bencana, jangan pikiran kotor.
“Jangan ikuti si Delima Silalahi dan Roganda Simanjuntak, apalagi si Jurito Sirait itu. Mereka-mereka ini, termasuk si Togu Simorangkir dan kroni-kroninya, hanyalah sekelompok yang didalam hatinya sudah terpatri akan selalu dan terus-menerus menggembosi TPL. Ingat…, hanya menggembosi. Jadi Ephorus itu jangan dangkal, apalagi sampai terjerumus”, kata Sirorus warga Kecamatan Porsea.
Terakhir Pdt Victor Tinambunan mengatakan, “Melihat ironi kehidupan yang terjadi dalam kurun 30 tahun terakhir ini, dengan segala hormat dan tanggung jawab moral, saya menyerukan kepada Bapak/Ibu Pemilik dan Pimpinan PT TPL: tutup operasional perusahaan TPL sesegera mungkin. Penutupan ini bukanlah sekadar desakan emosional, melainkan langkah preventif untuk menghindari krisis yang lebih parah di masa depan, bagi masyarakat di Tano Batak, bagi Sumatera Utara, dan bahkan bagi keberlanjutan ekologis di tingkat global.
“Inilah kedangkalan pemikiran seorang Ephorus HKBP. Jangankan tiga dekade, selama lima dekade tidak ada ironi kehidupan di bumi Kabupaten Toba. Kalian itu orang luar Toba, termasuk di Delima dan si Roganda. Bukan kalian yang merasakan, tapi puluhan ribu buruh dan mitra kerja PT TPL. Sekali lagi jangan pikiran kotor, terlalu gampang bicara soal ironi kehidupan”, tegas Marimbun Marpaung warga Kecamatan Siantar Narumonda.
Selain itu, Pdt Victor Tinambunan itu adalah seorang pendeta bukan Tuhan. Artinya apa yang akan terjadi dimasa depan itu hanyalah Tuhan yang mengetahui dan yang menentukan, bukan Victor.
Oh.., masih ada yang terakhir kali lagi. Begini katanya, “Satu lagi, seluruh karyawan/ karyawati yang akan berhenti tolong diberi pesangon besar supaya mereka ada modal usaha.
Doa saya kiranya Tuhan Yang Mahakuasa melindungi Bapak/Ibu dan memberikan bisnis yang sehat yang mensejahterakan Bapak/Ibu serta masyarakat luas.”
Kalau masalah pesangon, tak usah campuri dan sok atensi. Itu semua sudah ada aturannya. Lagi pula manalah berani manajemen TPL masam-masam sama orang Batak apalagi soal uang. Ah, sudalah.
“Iyalah, sama-samalah semoga Tuhan melindungi dan memberikan kesejahteraan kepada kita semua. Dan Amang Pdt Victor Tinambunan sebagai Ephorus juga didalam melaksanakan pekerjaannya harus dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya, Amin”, kata Hasudungan Butar-butar.(R1)
Semua tanggapan:
66